BELAJAR MEMAKNAI SORGUM DI LIKOTUDEN || YOHAN MATAUBANA



Pada 12-15 April 2023 saya dan teman-teman muda se-NTT mengikuti Jambore Gotong Royong untuk Flobamoratas di Larantuka. Di sana kami bertemu dan membahas tentang isu iklim. Sekarang ini daerah-daerah di wilayah Nusa Tenggara Timur mengalami hawa panas yang berkepanjangan dan curah hujan yang tidak menentu, penebangan pohon secara liar, deforestasi lahan, kekurangan air, banyak hama dan berbagai persoalan lainnya. Hal ini juga berdampak pada hasil panen masyarakat menurun bahkan sampai gagal panen, kesehatan masyarakat terganggu dan lain sebagainya.

Sebagai seorang mahasiswa prodi Filsafat, saya tentu minim pengalaman soal petani gagal panen. Sebab  kebanyakan saya bergelut dengan teori dan informasi di surat kabar online, massa serta video-video sehingga pengalaman bekerja di lapangan secara  langsung bersama para petani itu tidak ada.





Maria Loretta sedang menceritakan cara membudidayakan tanaman sorgum di ladang kering.

Suatu hari di tanggal 14 April 2023, saya merasa bersyukur, karena kerinduan saya untuk bertemu dan belajar secara langsung dengan para petani terwujud.

Hari itu para peserta  Jambore GRUF berkunjung ke ladang sorgum yang digawangi oleh Mama Maria Loretta alias Mama Sorgum dan teman-teman dari Koalisi Pangan Baik. Ladang sorgum itu sendiri terletak di Desa Kawalelo, Likotuden Kabupaten Flores Timur. 

Mama Loretta membekali kami dengan cerita inspiratif tentang bagaimana membudidayakan sorgum di tanah kering dan curah hujan yang tak menentu ini. Menurut Mama Loretta "Sorgum ini adalah makanan lokal pengganti padi yang lebih sehat dengan kandungan non gluten. Satu kilo sorgum dimasak, bisa cukup untuk sepuluh  orang makan, apalagi anak kecil, satu kilo bisa cukup untuk tiga puluh  anak kecil".

Sorgum, selain menjadi sukucadang beras, ia juga bisa disulap jadi tepung dan minuman. Batangnya bisa diisap karena mengandung air gula sementara bijinya juga bisa dimakan mentah sebab rasanya enak. 

Tampak tumbuhan sorgum sangat subur di tanah kering
meski curah hujan di Flores Timur tidak menentu dan panas berkepanjangan.


Mengapa sorgum? karena sorgum sangat cocok di tanam pada tanah kering berbatu dan mengalami krisis air seperti yang dialami di Nusa Tenggara Timur.

Di saat orang-orang mengalami gagal panen padi, gagal panen jagung akibat hama dan krisis air. Di Likotuden justru berpikir bahwa sudah saatnya sorgum menjadi pilihan utama untuk mengganti pangan lokal lainnya, sebab terbukti sorgum bisa bertahan di situasi krisis iklim seperti ini dan sorgum bisa menjamin kesejahteraan rakyat.



Efrem, Inda, Radit, Yohan, Mama Loretta sedang membantu
para petani memanen sorgum di Lekotuden.




Dalam kegiatan  ini, ada empat tahap acara yang kami dalami yakni: 

Kegiatan pertama kami berkunjung ke Gudang Sorgum dan mempelajari tentang tahap-tahap pembuatan sorgum mulai dari rontok sampai digiling menjadi biji sorgum dan tepung sorgum.

Kegiatan yang kedua kami diajak berkunjung ke Ladang Sorgum. Di ladang ini, kami dijelaskan mengenai  proses pembudidayaan sorgum sampai tahap panen. Di akhir kegiatan ini kami dilatih untuk memanen sorgum, sekalian mencicipi rasa enaknya batang sorgum serta bijinya.



Para peserta sedang asik memanen sorgum sambil bertanya tentang sorgum. Dapat dilihat Wig peserta dari Nagekeo sedang bertanya-tanya terkait bibit sorgum.


Kegiatan yang ketiga adalah Makan Siang Bersama. Ada  makanan lokal yang disediakan langsung dari kebun para petani Kawalelo ada sorgum, sup ikan dasar, umbian,  daun singkong, sambal pedas dan ikan panggang. 

Kegiatan terakhir adalah Diskusi atau Evaluasi kemudian penyerahan hadiah berupa bungkusan Sorgum untuk setiap para peserta Jambore GRUF'23. 


Penulis sedang asik panen Sorgum bersama ibu-ibu binaan Yaspensel.


Kisah di ladang sorgum ini memiliki banyak sekali makna.   Berikut ini beberapa hal yang menurut saya  menarik untuk  pelajari. 

1. Relasi Manusia dan Alam (Menghormati)

Di tanah kering, air bersih sangat susah. Namun masyarakat di Kawalelo percaya bahwa alam adalah saudara mereka yang baik. Alam bagian dari makluk hidup yang butuh dihormati dan disayangi. Sehingga setiap kali menanam sorgum, mereka selalu memasukkan sekitar lima sampai tujuh biji sorgum, dengan tujuan bahwa dua benih untuk manusia sementara sisanya untuk memberi makan burung, ulat tanah, dan makluk hidup lainnya. Kepercayaan itu terjadi, setiap kali sorgum tumbuh di tanah, sorgum hanya bisa tumbuh sekitar satu atau dua batang sorgum. Di balik itu mereka selalu dijauhi dari serangan hama, burung dan tidak pernah gagal panen. Terkadang pula mereka sendiri berbicara dengan alam hal itu mereka rasakan bahwa alam itu adalah bagian dari saudara mereka seperti St. Fransiskus bilang "alam adalah saudaraku."


Selain bijinya untuk dimakan, ternyata batang sorgum juga bisa membantu teman-teman yang kehausan. Batang Sorgum itu manis seperti tebu.


2. Relasi Manusia dan Manusia (Memberi Teladan)

Pesan pribadi dari mama Loretta adalah ketika kerja, jangan saling mengharapkan. Jika bisa bekerja, bekerjalah tanpa diperintah atau saling berharap. Berikan kita bekerja tanpa diperintah karena disitulah letak kita memberi teladan positif untuk orang lain, sebab dengan cara kita bekerja, kita telah memberi contoh yang baik untuk orang lain.


3. Relasi dengan Diri Sendiri

Pentingnya komunikasi. Diri kita dan batin kita sangat penting. Ketika kita punya ide, semangat dalam diri juga harus ada. Kalau hanya berdiskusi dan tidak bertindak, maka itu sama dengan "iman tanpa perbuatan adalah mati." kerja bukannya ide yang bekerja tetapi perlu ada semangat dalam batin masing-masing.

Para Peserta Jambore GRUF berpose bersama aparat desa dan teman-teman dari Koalisi Pangan Baik di Kantor Desa Kawalelo.



4. Relasi Manusia dengan Tuhan

Mama Maria Loretta dan teman-teman Yaspensel di Koalisi Pangan Baik, selalu mengandalkan doa. Banyak tantangan yang mereka hadapi di sekitar masyarakat tetapi mereka merasakan bahwa ada  Ama Rela Wulan, Inan Tana Eka yang selalu mendampingin mereka.


Mengakhir tulisan ini, saya teringat akan pepatah, demikian: Tetesan air melubangi batu bukan karena kekuatannya, tetapi karena terus menerus menetes. Sama halnya dengan kita. Jika ingin sukses,  berjuanglah dan ikuti proses.

Meski panas membara di tubuh mereka, para kaum muda Se NTT
 tetap semangat. Nampak mereka sedang berpose di jalan ketika ingin kembali dari Ladang sorgum.

Post a Comment

0 Comments