Ilustrasi Dimensipres.com |
Kebenaran, Demokrasi Permusyawaratan, dan Kebajikan Ketelitian: Apakah Berita Palsu Menghancurkan Ruang Publik?
Saat ini penyebaran informasi/berita bohong (hoax) makin marak. Survei Mastel 2017 mengungkapkan bahwa masyarakat menerima hoax setiap hari lebih dari satu kali. Saluran yang paling banyak digunakan dalam penyebaran hoax adalah media sosial. Fenomena hoax di Indonesia menimbulkan keraguan terhadap informasi yang diterima dan membingungkan masyarakat. Hal ini dimanfaatkan pihak yang tidak bertanggung jawab untuk menanamkan fitnah dan kebencian. Karena itu, hal ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang interaksi komunikasi hoax di media sosial dan cara mengantisipasinya.
Media sosial dilihat sebagai pengantar informasi yang baik dan buruk terhadap manusia. Pergerakan dan pembangunan di zaman ini, media sosial menjadi konfrontasi utama untuk mengapiti manusia dalam penyebaran akan suatu berita. Apakah berita yang disampaikan melalui media sosiai membawa persatuan dan perdamaian? Kebijakan pemerintah lebih menjadi berita publik sekarang dan munculnya berita palsu dan ketidakpastian epistemik yang terkait dengan ekspansi digital ruang publik, terutama pertumbuhan media sosial sebagai sumber informasi utama. Polemik yang terjadi diantara masyarakat melalui ranah media sosial menjadi perhatian utama untuk tidak menyebabkan atau menimbulkan suatu pertentengan ditengah zaman politik ini. Berita palsu menjadi kericuhan dan menjadi ranah untuk memanipulasi diri sendiri untuk mencapai suatu tujuan yang berlaku secara umum. Namun kehadiran utama media sosial di dunia ini tidak menciptakan berbagai polemik masyarakat terutama para pemerintah mencari kedudukan yang tinggi melainkan untuk bersosialisasi antara satu sama lain dalam mewujudkan kesejahteraan sesama. Media sosial menjadi utama menyampaiakan berita yang absolut karena media bergerak disemua bidang yang selalu mempengaruhi satu sama lain.
Media sosial telah mengambil fungsi penting di ruang publik dan kecil kemungkinan kita akan melihat pembalikan tren ini. Selain itu, media sosial telah secara drastis meningkatkan potensi jangkauan berita palsu dan informasi yang salah, dan ini merupakan tantangan baru. Tetapi ada tanggapan struktural, peraturan, dan etika terhadap tantangan baru ini dan melihat beberapa di antaranya mulai terbentuk. Melihat keadaan yang dipenuhi berita palsu, asimetri dilihat dalam kerentanan terhadap berita palsu. Asimetri ini adalah bukti bahwa kelemahan psikologis dan kognitif manusia tidak dapat menjadi satu-satunya atau bahkan faktor penentu utama. Psikologi paling banyak merupakan kondisi kemungkinan. Hal ini menunjukkan bahwa interaksi antara reformasi struktural, di satu sisi, dan kebajikan akurasi dan di sisi lain berdampak pada penyebaran berita palsu, informasi yang salah, dan kerentanan terhadap retorika berita palsu palsu. Demokrasi deliberatif, Jürgen Habermas, dan kebajikan akurasi Bernard Williams sangat membantu dalam memikirkan reformasi struktural serta disposisi warga yang dibutuhkan dalam situasi ini. Tetapi tanggapan penuh dan memadai akan mengharuskan pemilik, pengguna, perancang, dan pengatur media sosial merangkul dan mengakui fakta bahwa, bahkan jika ini bukan seperti yang awalnya dibayangkan, mereka sekarang memiliki fungsi demokrasi politik. Ini tidak berarti bahwa Facebook dan YouTube (media sosial terkhusus) perlu melihat diri mereka sebagai outlet berita dan informasi utama. Tapi itu berarti memikirkan pengguna sebagai warga negara yang demokratis dan bukan hanya sebagai konsumen pribadi. setiap pencipta pengguna, perancang terutama pencipta harus melihat keadaan dan situasi dalam mengembangkan berita yang utama agar dunia tahu bahwa media sosial bukan pencipta sebuah hoax melainkan menyebarkan berita yang aktual. Kebajikan bernard wiliams dilihat sebagai penyelamat dalam penggunaan media terutama penyebaran akan suatu berita yang berkaitan dengan demokrasi dan hal ini harus diperhatikan lebih utama oleh penguna dan penyelenggara media sosial agar tidak tercipta suatu berita yang tidak tidak diharapkan oleh masyarakat tersebut.
Demokrasi adalah senjata untuk melumpuhkan informasi yang berbaur kebohongan karena demokrasi memuat struktural yang mendorong logika menuju kebenaran tersebut. Oleh karena itu media sosial menjadi ranah untuk diinterogasi oleh berbagai pihak agar tidak terjadi suatu musibah yang tidak diharapakan yakni membeberkan berita hoax untuk mempengaruhi masyarakat dalam berpolitik maupun bersosialiasai antara satu sama lain.
Releveansi media sosal di zaman sekarang ini tidak bisa ditempuh oleh berbagai pihak karena media sosial begitu cepat menampilkan berita apa saja dan begitu cepat mengundang respek setiap orang untuk berkembang melalui informasi yang disampaikan meskipun dalam penyebaran informasi tersebut mengandung berita yang benar dan palsu. Media sosial dikatakan sebagai racun dan pemulihan zaman, dimana media sosial bertindak untuk mengundang setiap orang dalam waktu yang dekat. Keadaan sekarang media sosial menjadi media yang paling banyak digunakan untuk penyebaran hoax. Interaksi komunikasi ini menyangkut pengirim dan penerima pesan hoax, medium yang digunakan, isi pesan dan penetapan lingkungan dan waktu yang berhubungan erat dengan proses produksi, penyebaran dan dampak hoax bagi masyarakat. Presiden Joko Widodo sendiri menyatakan bahwa hoax merupakan bagian dari era keterbukaan yang harus dihadapi. Presiden meminta seluruh pihak menghentikan penyebaran hoax dan fitnah yang dapat memecah bangsa, terutama yang beredar melalui media sosial (Widodo, 2017). Ungkapan presiden jokowi tersebut menjadi sebuah kritikan terhadap konsumen media sosial karena media sosial di zaman sekarang membawa suatu realita yang menyiksa berbagai macam publik dan menyebabkan berbagi masalah yang tidak didugakan antara satu sama lain. Sebagai media online membuat informasi yang belum terverifikasi benar dan tidaknya tersebar cepat dalam hitungan detik, suatu peristiwa sudah dapat langsung tersebar dan diakses oleh pengguna internet melalui media sosial
Kegaduhan di media sosial dapat berdampak dalam kehidupan riil karena media sosial juga membentuk konstruksi pemaknaan tentang asumsi sosial kita. Hal ini nampak dalam pengiriman pesan melalui aplikasi WhatsApp, facebook, twitter, dan sebagainya. Meski demikian, persoalan persebaran informasi palsu atau hoax, tak hanya menjadi permasalahan di Tanah Air, tetapi menjadi isu global. Kegaduhan yang terjadi di media sosial dinilai bisa merambat ke dunia nyata jika tidak segera diatasi. Perbincangan yang terdapat di media sosial berpotensi mengkonstruksi pemahaman publik mengenai suatu hal dalam kehidupan masyarakat. Kegaduhan yang terjadi di media sosial semacam itu kerap kali menggunakan sentimen identitas yang bermuara pada hujatan dan kebencian dan karenanya dapat melunturkan semangat kemajemukan yang menjadi landasan masyarakat dalam berbangsa. Oleh karena itu, para konsumen lebih berhati-hati dalam menyebarkan informasi di zaman ini, karena semua berita yang dikeluarkan selalu diasusmsikan apakah berita ini sesuai dengan kenyataan atau tidak karena dunia sekarang semakin sempit yang dikuasai oleh media sosoal. Banyak netizen di Indonesia memiliki kecenderungan berlomba-lomba melemparkan isu dan ingin dianggap yang pertama. Tentunyan media sosial juga memberikan dampak positif dan negatif terhadap publik tetapi media sosial lebih memberikan berita yang tidak riil, hanya untuk menenuhi keinginna konsumen media sosial. Perkataan presiden joko widodo sebagai cara dan alternatif bagi para konsumen media sosial agar tidak menciptakan suatu fenomena yang tidak dinginkan oleh publik. Dalam konteks semacam itu, kini pemerintah harus berfokus pada ‘hulu’ persebaran informasi palsu itu, dan bukan hanya melakukan pembatasan atau pemblokiran, melainkan lebih kepada bagaimana mengembangkan literasi masyarakat. Penelitian yang telah dilakukan oleh Annisa Aninditya (2012) mengemukakan tentang proses pemberitaan media siber tidak sama dengan kasus merupakan strategi penyelidikan, dimana peneliti mengekplorasi dan memahami secara mendalam terhadap sebagian atau keseluruhan dari program, acara, aktivitas, maupun proses.
Sosiologi memfokuskan perhatian dan menganalisis hubungan atau interaksi antar manusia dalam suatu masyarakat, yaitu bagaimana mereka berkomunikasi, bekerja sama, dan berupaya mengatasi berbagai masalah yang dihadapi. Masalah hoax yang muncul dan menjadi topik hangat di tengah kehidupan masyarakat beberapa waktu terakhir ini yang menunjukkan perkembangan masyarakat yang semula lebih sederhana menuju kondisi modernitas yang semakin kompleks. Masyarakat memasuki budaya baru yang belum sepenuhnya disadari kelebihan maupun kelemahannya. Apa yang dialami masyarakat saat ini adalah belum adanya pemahaman tentang bagaimana menggunakan media sosial. Berdasarkan konsep sosiologi yang memandang masyarakat sebagai kelompok manusia yang menghasilkan kebudayaan yang berkaitan dengan perkembangan peradaban masyarakat, dalam konteks merebaknya persebaran hoax, masyarakat dapat mengalami kemunduran moral yang dapat membahayakan peradaban khususnya bagi masa depan generasi muda. Masa depan apa yang akan suram ketika media sosial digunakan sebagai media hoax terhadap satu sama lain. Oleh karen itu, ditengah dunia sempit ini, setiap orang harus mawas diri dan tetap memperhatikan media sosial menjadi media yang kadang membawa berita haox maupun berita yang sesuai dengan kenyataan.
Berkaitan dengan artikel tersebut tidak perbedaan dengan zaman ini, karena media sosial telah merebak dan mempengaruhi banyak orang. Namun habermas berpendapat bahwa salah satu media yang mampu melupuhkan hoax ini adalah demokrasi masyarakat karena demokrasi menjadi salah satu opsi yang mengantar logika manusia menuju kebenaran akan suatu berita. Penyebaran berita selalu berujung pada suatu pilitik dan demokrasi, karena dua hal ini cocok dijadikan sebagai manipulasi. Kebenaran, Demokrasi Permusyawaratan, dan Kebajikan Ketelitian, Apakah Berita Palsu Menghancurkan Ruang Publik? Berdasarkan artikel tersebut, hal utama yang dibahas adalah media sosial yang membawa hoax dalam berita apa saja. Apakah berita hoax dapat menghancurkan segala-galanya? Menurut jokowi media sosial yang berbaur hoax harus diberhentikan agar tidak menyebabkan kesengsaraan bagi masyarakat. Pendapat presiden jokowi adalah suatu kritikan terhadap media sosial karena dalam sekejap media sosial dapa mengubah segala-galanya. Ketika masyarakat menghadapi masalah hoax, pemerintah harus mengambil alih yakni mengontrol dan mengamankan agar tdak terjadi seperti yang dinginkan oleh masyarakat. Namun melihat modernitas yang cukup memadai pemerintah bahkan menjadi pemicu utama untuk membeberkan berita hoax kepada masyarakat. Tentunnya masyarakat akan mengikuti semua arahan yang disampaikan melalui media sosial karena media sosial menjadi alat utama dalam melakukan segala hal tanpa mempertimbangkan satu sama lain. Melihat akan situasi tersebut yang dikuasi oleh media sosial dari masa ke masa dapat memicu persatuan yang telah ditetapkan. Menurut saya, media sosial harus diambil oleh setiap pemerintah untuk menyebarkan berita yabg riil bukan menyebarkan berita yang menghancurkan. Hal ini disebabkan karena setiap masyarakat belum mahir dalam mengelola media sosial dan media sosial menjadi alat yang mudah untuk menyebarkan berita hoax. Oleh karena itu setiap pemerintah harus mengadakan literasi media terhadap masyarakat agar tidak salah dalam penggunaan media sosial. Salah satu prinsip dalam pendidikan literasi media adalah memberdayakan khalayak. Disebut memberdayakan karena model literasi media menjadi kompas baru dalam mengarungi dunia media yang luas, sehingga orang tidak akan menjadi korban media (Brow, dalam Iriantara, 2009: 13).
Tujuan literasi media adalah memberi kita kontrol yang lebih besar atas interpretasi terhadap muatan pesan media yang merupakan hasil dari suatu konstruksi kepentingan. Berkenaan dengan kepentingan untuk pemberdayaan khalayak diperlukan juga media untuk membangun khalayak yang berdaya tersebut. Hal ini berkenaan dengan tujuan untuk mencapai upaya melampaui melek- media. Pandangan pertama yang disebut kelompok ‘proteksionis’ menyatakan, pendidikan media atau literasi media dimaksudkan untuk melindungi warga masyarakat sebagai konsumen media dari dampak negatif media massa. Pandangan kedua yang disebut ‘preparasionis’ yang menyatakan bahwa literasi media merupakan upaya mempersiapkan warga masyarakat untuk hidup di dunia yang sesak-media agar mampu menjadi konsumen media yang kritis. Artinya, dalam pandangan kelompok preparasionis, warga masyarakat secara umum perlu dibekali. Masyarakat diharapkan lebih bijak dalam memanfaatkan media sosial. Misalnya, memastikan terlebih dahulu akurasi konten yang akan dibagikan, mengklarifikasi kebenarannya, memastikan manfaatnya, baru kemudian menyebarkannya. Adapun perumusan masalah dalam penelitian adalah bagaimana memanfaatkan media sosial serta meminimalisir informasi hoax sebagai sarana untuk bertukar informasi dengan pemerintah. Tujuan untuk mengetahui dan menganalisis manfaat media sosial dan antisipasi hoax dalam bertukar informasi dengan pemerintah. Untuk mencegah penyebaran Hoax dapat dilakukan dengan literasi media. Literasi media adalah pendidikan yang mengajari khalayak media agar memiliki kemampuan menganalisis pesan media, memahami bahwa media memiliki tujuan komersial/bisnis dan politik sehingga mereka mampu bertanggungjawab dan memberikan respon yang benar ketika berhadapan dengan media (Rochimah, 2011, p. 28). Juga dalam pengertian lainnya yaitu kemampuan untuk mengevaluasi dan menkomunikasikan informasi dalam berbagai format termasuk tertulis maupun tidak tertulis. Pencegahan kuatnya arus informasi hoax dapat dilakukan dengan meningkatkan literasi masyarakat melalui peran aktif pemerintah, pemuka masyarakat dan komunitas, menyediakan akses yang mudah kepada sumber informasi yang benar atas setiap isu hoax, melakukan edukasi yang sistematis dan berkesinambungan serta tidakan hukum yang efektif bagi penyebarnya Sebaiknya dilakukan pembekalan kepada masyarakat mengenai pengetahuan akan internet sehat dengan literasi media sehingga dapat mengenali ciri-ciri berita hoax, dan penerima berita dapat mengakses, menganalisis, mengevaluasi, dalam mengambil makna dari suatu berita.
Oleh karena itu, masyarakat harus tahu merancang dan menggunkan media sosial agar tidak menyebabkan berbagai masalah. Selain itu, pemrintah harus berperan dan emberikan sosialisasi antara satu sama lain dan memberikan kontribusi dalam pengelolaan media sosial. Media sosial adala media yang mengubah segala sesuatu dalam sekejap dan setiap produksi dan konsumen harus berhati-hati dalam penggunaan media sosial.
________________________________
Tentang penulis
Egi Tnauni atau biasa disapa Mas Gondrong berasal dari Kefa. Sekarang sedang menempuh pendidikan di IFTK Ledalero jurusan Filsafat.
0 Comments