Gadis Malam II Cerpen Loys Jewaru

 

Gadis Malam

Nur! Menurutmu apakah yang lebih indah dari kata-kata,

sehingga keindahannya tak bisa dijelaskan oleh kata-kata?

Kalau itu adalah tentang cinta,

maka sekarang aku sadar bahwa mencintai dengan hati lebih berarti,

dari pada sekadar mencintai dengan kata-kata.

Pxhere.com

            Sore itu sehabis gerimis aku duduk di depan sebuah rumah bordil. Bayang-bayang tentang Nur terus memenuhi pikiranku. Aku percaya bahwa selalu ada kenangan yang tak bisa dihapus, bahkan oleh hujan sekalipun, dan kupikir itu adalah tentang Nur.  

****

Gerbang rumah bordil itu tidak pernah berubah. Cat merah yang melekat di gerbang  terlihat kusam dan besi-besinya karat. Seingatku dulu rumah bordil ini adalah yang paling mewah di kawasan Kembang. Selain gedungnya besar, rumah bordil ini juga terkenal karena pelayan-pelayannya cantik dan montok. Maaf kalau pengakuan ini terlalu polos dan terkesan sadis, tapi nyatanya memang demikian. Salah seorang pelayan di tempat itu berteman baik denganku. Namanya Nur. Kenangan tentang gadis itu tak pernah lekas, karena dia pandai meninggalkan jejak dalam ingatan.

Nur punya profesi yang sangat istimewa di rumah bordil, yakni sebagai tenaga pijat plus, untuk pria-pria dari kalangan high class. Para pria berjas, yang suka main kucing-kucingan dengan istrinya, sering kulihat datang mengemis pelayanan dari Nur. Gadis ABG itu memang memiliki paras elok, berbeda dengan gadis-gadis malam lain yang rata-rata sudah keriput karena terlalu banyak menimbun beban di kepala. Menurutku, kecantikan Nur adalah keistimewaan yang harus dihargai dengan cinta bukan sekadar dengan nafsu semu.

Setiap Sabtu malam, aku selalu berkunjung ke rumah bordil tempat Nur bekerja, tentu bukan untuk mengemis pelayanannya seperti yang dilakukan oleh pria-pria berhidung belang. Aku lebih senang mendengar cerita-cerita erotis dari Nur, ketimbang membuang-buang tenaga hanya untuk berolahraga di atas ranjang, tanpa mendapat keuntungan sedikitpun. Nur sering menggodaku dengan tatapan nakal dan senyuman liarnya. Namun, aku lebih tergoda pada kata-kata yang keluar dari mulutnya, kata-kata yang keluar dari mulut seorang gadis yang pandai mencintai luka. Nur telah mengajarkanku cara mengobati luka dengan mencintai luka. Memang sulit untuk dipahami, tetapi kenyataan selalu membenarkan apa yang pernah dia sampaikan kepadaku. Hal itulah yang membuatku jatuh cinta pada Nur.

Gadis bordil itu sangatlah istimewa. Tidak tanggung-tanggung saking istimewanya, satu hari Nur bisa dipesan oleh beberapa orang sekaligus. Anehnya aku tak pernah melihat Nur mengeluh karena kecapaian. Senyumnya tak pernah lekas, sekalipun aku yakin bahwa hatinya telah hancur karena kebiadaban pria-pria berhidung belang yang tak pernah kenyang soal birahi.

“Nur, apakah engkau mencintai pekerjaanmu?” tanyaku di suatu malam, setelah Nur menghabiskan separuh harinya untuk menemani para pria berhidung belang.

“Aneh kalau aku mencintai pekerjaan seperti ini Mo.”

“Jikalau demikian, mengapa engkau bertahan berada di tempat seperti ini?”

“Nanti engkau pasti akan tahu Mo.”

Gadis malam itu, memang pandai menyembunyikan rahasia.   

****

Aku tak pernah suka bermain di dunia malam, tetapi itu harus menjadi pilihanku karena itulah cara yang paling tepat untuk menyadarkan orang-orang yang sedang tersesat di dunia malam. Setiap Sabtu malam aku bertemu dengan Nur di rumah bordil. Sekali lagi kutegaskan bukan untuk meminta pelayanan darinya. Semoga kalian juga berpikir demikian. Nur senang menceritakan pengalaman-pengalaman erotisnya saat melayani pria-pria berhidung belang yang tak pernah kenyang soal birahi dan aku senang mencuci pikirannya dengan nasihat-nasihat kecil, sesuai dengan pengetahuan yang kudapat dari kampus. Konsekuensinya memang jelas, aku selalu dicibir oleh teman-teman lantaran terlalu sering menjumpai Nur di rumah Bordil.

“Sebenarnya apa yang ingin kau lakukan di tempat seperti ini, Mo?” Tanya Nur di suatu malam.

“Aku ingin menyadarkan orang-orang yang berada di tempat ini, Nur.”

Nyatanya sulit untuk meyakinkan orang-orang di rumah bordil, bahwa sebenarnya mencintai kebahagiaan semu adalah bentuk kepalsuan dari rasa cinta. Kebahagiaan tak perlu dicari di tempat-tempat seperti itu, karena pencarian akan kebahagiaan harus dimulai dari penderitaan bukan dari rasa senang semata yang akhirnya berujung pada luka. Mencintai derita adalah bagian dari cara mengobati luka, sedangkan mencintai kenikmatan adalah bagian dari cara memupuk luka. Terkadang orang menutupi luka dengan berpura-pura tertawa, merasa diri paling bahagia tetapi diam-diam suka mencari tempat gaduh seperti diskotik agar bisa menangis sekeras-kerasnya, tanpa harus didengar orang. Sebenarnya kita tidak bisa menghindari luka, karena kita ditakdirkan untuk terluka. Memahami dan mencintai luka adalah solusi terbaik yang harus kita ambil, sekalipun itu berarti kita harus menderita.

Kupikir akulah pria paling hebat, karena mampu mempertahankan kekudusan ketika berada di dekat Nur.  Namun hal itu berakhir di suatu malam  setelah kujebak Nur dengan sebuah pertanyaan yang agak ganjil.

“Nur, menurutmu apakah yang lebih indah dari kata-kata, sehingga keindahannya tak bisa dijelaskan oleh kata-kata?”

“Cinta”

“Kenapa harus cinta?”

“Karena hanya cintalah yang tak bisa dibuktikan oleh kata-kata semata Mo”

            Aku takjub mendengar jawaban Nur, rasa cintaku padanya memuncak. Malam itu kubuktikan cintaku pada Nur melalui tindakan, bukan hanya sekadar dengan kata-kata belaka. Kukecup kening Nur dengan lembut dan Nur menggodaku dengan tatapan liar dan senyuman manisnya, sungguh aku tergoda. Malam itu aku sungguh jatuh dalam masalah cinta, aku dan Nur mengakhiri malam yang indah itu dengan berolahraga di atas ranjang.

 

    Loys Jewaru, Mahasiswa STFK Ledalero-Flores-NTT

Post a Comment

0 Comments