KENTUT PANCARKU II Puisi Melki Deni

 

KENTUT PANCARKU

Pantai Krokowolon

Teman saya sering kentut di kampus tiap kali kuliah berlangsung. Tiap kali mau kentut, ia celingukan dulu, sebentar cengar-cengir sendiri, sebentar atur strategi yang rapi. Sebentar dosen berbicara di depan,—uuukkk—kentutnya mulai dari nada dasar C. Ia tutup hidung, sebentar celingukan bareng cengar-cengir; dia pertama kali menuduh teman-teman di samping. Tapi celananya rutin menangkap bau kentutnya. Di indekos, ia bolak-balik ke toilet.

 

Tiap kali adik saya kentut di rumah, kaki/tangan selalu mengiringi kentutnya itu dalam sekejap. Terakhir kali adikku kentut, lantas ia babak belur. Lalu masuk rumah sakit; tulang patah, memar, dan gegar otak. Kentut membuat adik saya kentutfobia. Memohon ampun hanya mendulang sesal.

 

Di mana saja pacar saya kentut, selalu wangi. Semua parfum mahal kalah bersaing. Tiap kali ia kentut entah dimulai dari nada dasar apa saja; saya minta tambah tiga kali. Kentutnya mengundang selera; mengandung cinta. Apalagi ketika kentut sambil senyum simpul, serasa sedang memainkan sebuah peran sentral dalam drama Korea; bikin baper—maniak.

Kentut pacar saya hangat, rasa coklat dan nikmat takkan tamat.




Melki Deni, Mahasiswa STFK Ledalero-Flores-NTT

 

 

 

Post a Comment

0 Comments