KENTUT PANCARKU
Pantai Krokowolon
Teman saya sering kentut di kampus tiap kali kuliah berlangsung. Tiap kali mau kentut, ia celingukan dulu, sebentar cengar-cengir sendiri, sebentar atur strategi yang rapi. Sebentar dosen berbicara di depan,—uuukkk—kentutnya mulai dari nada dasar C. Ia tutup hidung, sebentar celingukan bareng cengar-cengir; dia pertama kali menuduh teman-teman di samping. Tapi celananya rutin menangkap bau kentutnya. Di indekos, ia bolak-balik ke toilet.Tiap kali adik saya kentut di rumah, kaki/tangan
selalu mengiringi kentutnya itu dalam sekejap. Terakhir kali adikku kentut,
lantas ia babak belur. Lalu masuk rumah sakit; tulang patah, memar, dan gegar
otak. Kentut membuat adik saya kentutfobia. Memohon ampun hanya mendulang sesal.
Di mana saja pacar saya kentut, selalu wangi. Semua
parfum mahal kalah bersaing. Tiap kali ia kentut entah dimulai dari nada dasar
apa saja; saya minta tambah tiga kali. Kentutnya mengundang selera; mengandung
cinta. Apalagi ketika kentut sambil senyum simpul, serasa sedang memainkan
sebuah peran sentral dalam drama Korea; bikin baper—maniak.
Kentut pacar saya hangat, rasa coklat dan nikmat
takkan tamat.
0 Comments