ULASAN EPI MUDA-CERITA YANG MENGUNDANG RINDU DALAM PUISI "JANGAN CERITAKAN" KARYA SAPARDI DJOKO DAMONO.

 

Gambar pixabay.com

Cerita yang Mengundang Rindu 
dalam Puisi “Jangan Ceritakan” Karya Sapardi Djoko Damono
(Sebuah Catatan Reflektif)

 

Jangan Ceritakan

 

Bibir-bibir bunga yang pecah-pecah

mengunyah matahari

Jangan ceritakan padaku tentang dingin

yang melengking malam-malam_lalu mengembun

1971

 

1. Pendahuluan

      Putu Fajar Arcana pernah menulis artikel berjudul “Sastra untuk Rakyat”, mengatakan bahwa sastra selalu distigma sebagai aktivitas yang sia-sia pelakunya dicap hanya hidup dalam dunia awang-awang, yang justru makin menjauhkan dirinya dari masalah hidup sesungguhnya (Kompas.id, 17/11/2018). Pernyataan Putu Fajar Arcana tersebut merupakan suatu gugatan dari pembaca karya sastra yang kurang memahami makna dan nilai dibalik karya sastra yang dibacanya. Persoalan utamanya adalah para penulis yang terkadang imajinasinya terlalu mengudara sehingga karya yang dihasilkannya membuat para pembaca atau penikmat sastra kurang memahaminya. Apalagi bahasa dan pilihan kata atau diksi yang digunakan juga mempersulit pembaca atau penikmat untuk mengartikan suatu karya sastra.

  Selanjutnya, Budi Darma dalam bukunya Pengantar Teori Sastra, membuka ruang pemikiran kita dengan mengatakan bahwa menyelami dunia sastra tidak serumit yang dibayangkan. Berkecimpung dalam dunia sastra sama dengan mengembangkan kreativitas penciptaan seseorang, entah menulis puisi, drama, novel, atau cerpen (Budi Darma, 2019:185). Puisi adalah salah satu karya sastra yang sangat digemari banyak orang, karena mudah ditulis dan mudah dipahami. Untuk itu, seorang penulis menyadari pentingnya gaya bahasa dan pilihan kata atau diksi yang digunakanya sehingga pembaca atau penikmat puisi dapat memahami isinya.

  Salah satu puisi Sapardi Djoko Damono dalam bukunya, Hujan Bulan Juni yang berjudul, Jangan Ceritakan merupakan puisi yang menyadarkan manusia akan bahaya cerita yang mengundang rindu. Kata-kata yang dipiilihnya sangat fleksibel dan juga gaya bahasa yang lugas, mudah dipahami. Tak lupa pula makna yang disajikannya, sangat dalam dan menggugah perasaan. Untuk itu, penulis merasa tergugah untuk mengartikan setiap bait puisi “Jangan Ceritakan” karya Sapardi Djoko Damono, karena bagi penulis merupakan suatu bentuk pengetahuan yang harus disebarluaskan kepada para penikmat atau pembedah sastra maupun para penulis karya sastra. Tidak menutup kemungkinan juga arti dan makna yang lain.

 Sebelumnya, penulis ingin menyampaikan bahwa penulis tidak mengulas puisi dengan melihat berbagai unsur di dalamnya secara teori yang ketat tetapi sekedar mengambil maknanya saja dan mengaitkan dengan situasi dewasa ini. Untuk itu, dalam tulisan saya ini, saya menampilkan makna setiap bait dalam puisi tersebut dengan situasi dewasa berkaitan dengan ‘cerita yang mengundang rindu’ yang sangat berbahaya terutama dalam kehidupan bersama.

 

2. Cerita yang Mengundang Rindu dalam Puisi “Jangan Ceritakan”

    Adalah seorang sastrawan hebat Indonesia dan karyanya terutama tulisan puisinya banyak yang diagungkan dan dinikmati serta dimaknai masyarakat. Salah satu puisi Sapardi Djoko Damono yang berjudul, “Jangan Ceritakan” dalam buku Hujan Bulan Juni merupakan suatu karya sastra yang sangat syarat makna dan dapat mengganggu kenyamanan orang lain untuk tidak boleh larut dalam berbagai fenomena yang tidak dijangkaui pikiran seseorang tetapi terus merespon setiap momen yang terjadi dalam hidup setiap hari. Salah satunya yakni kesadaran manusia akan bahaya ‘cerita yang mengundang rindu’. Ada banyak cerita yang tersebar di sekitar kita, cerita tentang pengalaman hidup, cerita humor, cerita mitos, dan cerita menarik lainnya. Tidak menutup kemungkinan setiap cerita yang ada sebagiannya mengundang seseorang untuk larut dalam ketakberdayaan atau idelanya larut dalam kesepian yang berkepanjangan.

Selanjutnya, Sapardi dalam puisinya “Jangan Ceritakan” secara eksplisit menegaskan kepada kita sebagai pencerita suatu cerita dan pendengar suatu cerita untuk mawas diri.

 Pertama, pencerita suatu cerita. Terkadang pencerita suatu cerita memoles cerita yang sebenarnya tidak terlalu istimewa dengan gaya tuturnya dan penggunaan bahasa yang lugas serta pilihan kata yang seolah-olah membuat orang merasa tersentuh. Apalagi menyentuh dikedalaman hati seseorang. Hal ini, dengan sendirinya memantik seseorang untuk terus mengenang hingga tanpa sadar larut dalam cerita tersebut. Barangkali setiap alur cerita itu dapat mengundang rindu yang berkepanjangan.

 Kedua, pendengar suatu cerita. Pendengar suatu cerita perlu mengubah pola pikir untuk menjadikan setiap cerita itu sebatas pengetahuan bukan mengendapkan cerita itu hingga mendatangkan rindu di setiap waktu. Sangat berbahaya kalau cerita itu mengundang rindu. Terkadang rindu membuat seseorang mengalami gangguan mental. Dengan demikian, seseorang terkurung dalam kesedihan dan kesepihan yang berkepanjang. Hal ini, membuat seseorang mudah lupa dan lalai akan tugasnya. Sapardi dalam puisinya “Jangan Ceritakan” merupakan puisi yang ditulisnya berdasarkan pengalaman hidup yang terkadang orang lain tidak menyadarinya.

 Dalam konteks puisi yang ditulisnya, Sapardi secara pribadi pernah merasakan cerita yang diceritakan oleh orang lain kepadanya yang mana cerita itu mengundang rindu. Sapardi sendiri menyadari untuk menolak bahwa jangan ceritakan kepadanya cerita yang bernuansa mesra karena dapat membuatnya rindu. Sapardi seolah-olah merasa tidak penting apa yang sedang diceritakan kepadanya. Di satu sisi, barangkali Sapardi hanya sekadar berimajinasi tanpa kenyataan. Tetapi penulis menyadari bahwa Sapardi telah membuka wawasan kita untuk terus mawas diri akan setiap cerita yang kita dengar. Baginya, terkadang cerita itu mengundang rindu yang selalu membuat kita mudah menyerah dan lalai akan tugas harian.

 

3. Realitas Puisi dan Pemaknaannya

Seperti yang telah saya terangkan di bagian pendahulan bahwa penulis tidak mengulas puisi dengan melihat berbagai unsur di dalamnya secara teori yang ketat tetapi sekedar mengambil maknanya saja dan mengaitkan dengan situasi dewasa ini. Untuk itu, pada bagian ini, saya menampilkan makna setiap bait dalam puisi tersebut dengan situasi dewasa berkaitan dengan ‘cerita yang mengundang rindu’ yang sangat berbahaya terutama dalam kehidupan bersama.

A.    Ketaksadaran dan Keterlanjuran

    Bibir-bibir bunga pecah-pecah//mengunyah matahari ibarat mulut manusia yang selalu panas. Dalam artian bahwa bibir dan mulut manusia itu tidak pernah berhenti untuk bercerita atau bertutur. Ketika suatu momen yang dianggap penting dan itu terjadi dalam kehidupan kita, tentunya memantik kita untuk menceritakannya kepada orang lain. Terkadang orang tidak mau menceritakan momen hidupnya itu kepada orang lain. Barangkli cerita itu dapat menjatuhkan reputasi atau identitasanya sebagai seorang yang terpandang.

    Sebagian orang dengan penuh kesadaran dan juga terlanjur menceritakan momen hidupnya itu kepada orang lain dengan gaya tutur, penggunaan kata dan kalimat yang membuat orang lain merasa ikut mengambil bagian dalam ceritanya itu entah sebagai suatu pengetahuan atau memantik seseorang untuk larut dalam isi ceritanya tersebut. Ketaksadaran dan keterlanjuran seseorang dalam membagi suatu cerita tidak menutup kemungkinan bahwa bibir dan mulut manusia itu selalu bergerak seperti mengunyah matahari.

B. Penolakan: sebuah Antisipasi

Jangan ceritakan kepadaku tentang dingin//yang melengking malam-malam_lalu mengembun.  

Jangan ceritakan kepadaku tentang dingin, merupakan kalimat yang keluar dari mulut seseorang untuk menolak cerita yang diceritakan kepadanya. Penolakan itu merupakan bentuk antisipasi akan bahaya cerita. Hal mendasar yang membuat seseorang menolak cerita itu karena cerita yang selalu mengandung dingin. Sapardi mengibaratkan ‘cerita yang mengundang rindu’ itu seperti dingin. Suasana yang dingin dapat menghambat seseorang untuk bergerak maju merayakan kebahagian hidupnya.

Selain itu, cerita yang mengandung dingin merupakan kumpulan cerita yang sangat menyentuh hati seseorang. Karena itu, saat tertentu cerita itu akan mengganggu pikiran seseorang terutama waktu malam. Sapardi dalam bait puisinya itu mengatakan bahwa ‘cerita yang mengundang rindu’ selalu melengking malam-malam. Kenyataan bahwa seseorang yang telah menerima ‘cerita yang mengundang rindu’ selalu berada dalam lingkaran ketertekanan batin.

Hal ini, dikarenakan ‘cerita mengundang rindu’ itu telah mengembun dalam hidupnya (lalu mengembun). Cerita yang nantinya mengembun meskipun tidak terlalu lama bernaung dalam batok kepala kita dan menghilang tetapi sangat berbahaya kalau ‘cerita yang mengundang rindu’ itu muncul kembali dalam ingatan seseorang.

4.      Penutup

    Sapardi dalam puisinya “Jangan Ceritakan” secara eksplisit menawarkan suatu nilai yang sangat berharga dalam kehidupan manusia tentang ‘cerita yang mengundang rindu’. Sapardi juga menegaskan kepada kita sebagai pencerita suatu cerita dan pendengar suatu cerita untuk mawas diri. Barangkali cerita-cerita itu dapat mengundang rindu. Terkadang ‘cerita yang mengundang rindu’ membuat seseorang merasa hidupnya terganggu karena selalu mengusik hidupnya. Cerita-cerita itu meskipun telah dilupakan tetapi suatu saat akan muncul kembali.

 

 _____________________

* Epi Muda, mahasiswa semester V IFTK (Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif) Ledalero-Maumere.

 

Post a Comment

0 Comments