Gambar pixabay.com |
Telaga Biru
tubuh beku, tak bersuara
Mendekap pilu yang belum utuh
Bayangmu berlalu menggores luka
Ahhhh, susah sungguh
Ragamu
Bagai anggur manis yang memabukkan
Merekah bagai bunga yang semerbak
Kau bagai syadat yang di daraskan setiap hari, namun perih, sesak
Ku buka kepingan waktu
Tak ku temukan rindu lagi
Di telaga itu
Tak temukan dirimu lagi
Hilang, tenggelam
Kunang-kunang
Hadirmu serupa bayang
merayuku tanpa ampun, bukan sekali
Seturut inginmu saja
Kau tak bersuara
Pelan-pelan mengerogoti isi kepalaku
Hadirmu serupa bayang
Menyala dalam sanubari
Padam sebelum waktu
Senyummu serupa kunang-kunang
Meninggalkan angan sehabis digoncang badai
Akhirnya, aku paham
Kau hanya sedang memilah
Sampah yang belum di buang dengan sungguh
(Dekat bok 21: 10)
Halaman 8
Kesekian kali
Di buku rindu
Kau memupuk lara dengan air mata
Membasuh diri setengah bersih
Di halaman 8
Ku temukan dirimu lagi
Tak utuh, tapi masih berarti
(Pinggir jalan)
____________________
Tentang penulis
Nando Liko penghuni dunia sunyi di Pav. Gregorius.
0 Comments