CINTA
YANG TERUS MENANTI
“Jangan
menunda untuk memiliki
karena
kau bahkan tidak tahu kapan kau akan kehilangan.”
Semua
hari telah sepakat dengan perubahan. Malam pergi kepada pagi, pagi pergi kepada
siang dan siang kembali kepada malam. Semua yang pergi harus kembali dan yang
kembali berusaha untuk tak pergi lagi. Sebab tak ada cangkir yang dibiarkan
kering tanpa pertemuan. Tapi memang siapa pun setuju, yang pergi dan kembali
tidak akan sama persis di mana ia berawal. Malam boleh datang lagi sebagai
malam tapi malam yang kemarin tidak akan sama persis terulang pada malam ini.
Dan di sinilah menanti terus menjadi pilihan dan rindu selalu bungkam.
Taman Kota
“Kita
sahabat bukan?”, kata perempuan di sampingnya. Keduanya terdiam, sepertinya
mereka mengharapkan angin malam itu yang berbicara. Keduanya bersahabat dari
kelas 3 SMP sampai saat ini, di mana mereka sekarang sedang menempuh kuliah
semester akhir. Persahabatan yang terus menghiasi perjalanan 9 tahun kisah
mereka. Sedangkan mereka yakin kisah cinta tidak akan menyatukan mereka sejauh
ini. Kisah cinta? Mereka selalu dan sedang mengalami kisah cinta dalam selimut
persahabatan. Diam adalah hal yang paling menyakitkan di mana menanti menjadi
hal yang paling diutarakan. Malam ini keduanya berbaring di padang rumput pada
sebuah taman. Sesekali keduanya saling menatap dan saling menanti sebuah
kebenaran terungkap. Tapi lagi-lagi persahabatan menjadi dunia yang paling tak
ingin dihancurkan oleh rasa cinta.
“Ya…
Ya kita sahabat! Sejak lama bukan?” Pertanyaan selalu menjadi jawaban atas
kisah cinta yang terus berujung penantian. Keduanya saling mengutuk dalam hati,
hilangkan saja perasaan cinta ini sebab menanti sudah terlalu menyiksa.
Pertemuan malam ini masih saja menjadi penantian. Mereka pun pamit pada malam
ini dengan kerumitan ini.
Semua
terjadi dengan begitu banyak kenangan, namun tak disangka semuanya itu pun
berlalu dengan begitu cepat. Akhirnya mereka pun harus menghadapi kenyataan
ini. Keduanya menyelesaikan masa perkuliahan. Angel mendapat tawaran kerja di Paris
dan Gren menjadi manager di perusahan ayahnya. Sampai sejauh ini, titik di mana
perpisahan menjadi persimpangan jalan bagi keduanya, tiada kata dan jawaban
yang sedang mereka nanti selama ini.
Bandara
Bandara
adalah perpisahan yang paling nyata. Malam ini adalah malam yang paling beda.
Biasanya mereka akan menghabiskan malam dengan pertemuan tapi itulah hidup tak
akan bisa lepas dari perpisahan.
“Gren
jangan mengatakan apa pun yang memberatkan saya!” Kebisuan hanyalah keheningan,
akan mengalir beberapa bulir kerapuhan dari mata yang sudah berkaca-kaca.
“Pergilah!
Jangan berubah, kembalilah nanti seperti di mana kau pergi.” Gren mengharapkan
agar rasa yang selama ini terpendam tetap tumbuh dan jangan gugur oleh jarak.
Tapi apalah daya rasa yang terpendam itu hanya dijawab melalui air mata dan
keduanya pun berpelukan. Tapi di balik pelukan itu Gren batuk berulang dan
mengeluarkan bercakan darah yang ia sembunyikan di telapak tangannya. Perpisahan
ini menjadi jeda yang seram sebab rasa yang masih terpendam harus dipupuk
dengan jarak dan waktu yang entah belum pasti datangnya.
Setelah perpisahan itu tak ada malam
yang istimewa, tiada suara yang begitu rindu. Semuanya masih dibawa pendam.
Rasa yang sedang dirawat namun belum juga mekar ini, masih menanti-nanti.
Obrolan Singkat (Via Chat WA)
“Malam
bae, di sana kabarmu?”
“Ngel,
tentunya tidak baik-baik tanpa seseorang.”
“Gren,
kuharap seseorang telah mengganti ruang yang hilang itu.”
Mengetik…
“Gren…?”
Mengetik…
“Gren
apa yang selalu kau tunggu dariku?”
“Jangan
lagi menyuruhku untuk mencari pengganti siapa pun yang sudah kusayang. Jika saatnya
akan kubawa dia ke taman itu, tapi sayang saat itu dia hanya bersama kenangan
dan rasa yang menanti. Istirahatlah! Malam bae!”
“?”
Obrolan
malam itu telah memberi separuh jawaban yang dinanti, tapi Angel belum peka
dengan isi hati Gren. Tiada lagi obrolan yang terjadi. Rasa dipendam dan rindu
disekat.
6 Bulan Kemudian
Kepulangan
yang mendadak tanpa kabar sedikit pun. Angel sudah berada di bandara tempat di
mana ia memeluknya ketika ia hendak pergi. Dan tak ada yang berubah darinya.
Rasa dan semuanya utuh terjaga. Ini akan menjadi kejutan yang besar bagi Gren.
Tanpa menunda-nunda lagi Angel langsung bergegas menuju taman yang biasa ia dan
Gren kunjungi setiap malam. Ia begitu yakin Gren pasti berada di taman itu.
Ketika sampai di taman itu Angel tidak menemukan seseorang pun di sana. Ia
duduk di bangku itu sambil mengingat segala kenangan bersamanya. Tanpa ia
sadari air matanya jatuh. Sesaat kemudian matanya terarah pada beberapa batang
lilin yang bernyala di pinggir danau. Ketika sudah dekat dengan tempat itu, ia
sungguh tak percaya dengan nama yang tertulis di pusara itu. Ia duduk
tersungkur di samping pusara itu dan menangis sekuat-kuatnya. Ia tidak percaya
dan belum siap dengan keadaan ini. Tiba-tiba saja tangannya tidak sengaja
menyentuh sebuah amplop di atas pusara itu. Dia mengambil amplop itu dan di
sana tertulis namanya. Ia membuka amplop itu dan membacanya.
Dear
Angel,
30 Mei 2021
Sehari sebelum kupergi, aku ingin menulis ini dengan
kekuatan yang ada. Tiada hari yang indah setelah kaupergi waktu itu. Dan aku
hanya menghabiskan waktuku dengan terbaring dan mengkonsumsi obat-obatan. Kau
tentu ingat obrolan singkat terakhir kita malam itu. Tentunya di saat kau
membaca surat kecil ini, yang kau miliki hanyalah kenangan dan rasa yang terus
menanti. Aku akui kalau aku sungguh mencintaimu, tapi ketakutan akan kehilangan
membuatku harus memendamnya. Aku masih terus menanti, hingga saatnya kau
menjawab rasa itu di atas pusara ini aku bahkan tak benar-benar hilang. Ketika
kau pergi waktu itu, kau menyangka bahwa kau yang meninggalkan aku tapi
sebenarnya saat itu aku yang telah pergi. Dan saat ini kau datang, aku sudah
lebih dahulu kembali bersama pusara ini. Aku telah pergi, dan sudah kembali
tapi tidak ada yang berubah sedikit pun. Aku tetap dan selalu mencintaimu.
Terimakasih telah menjadi pusara abadi aku lelapkan rasa cintaku. Teruntukmu,
Tuhan pun sudah tersentuh tentang aku yang mencintaimu dengan abadi.
Istirahatlah cinta yang terus menanti.
Yang
mencintaimu…
Gren
Sekian
untuk cinta yang terus menerus menanti hingga istirahat dengan rasa yang
terpendam. Ketika sebuah rasa tumbuh, katakanlah semampumu. Jangan menunggu
waktu, sebab kepergiaan bisa membuatmu mengutuk pertemuan. Jangan menunda untuk
memiliki karena kau bahkan tidak tahu kapan kau akan kehilangan.
Sekian untuk cinta yang terus menanti!
_______________________
Tentang Penulis
Ama Colle adalah lelaki pencinta sepak bola dan suka memasak, termasuk memasak bebaris senyummu.
0 Comments