Eksistensi Iman dalam Pandemi Covid-19
Pendahuluan
Pandemi covid-19 kini menyebar di berbagai pelosok dunia dan dampaknya pun begitu besar bagi kehidupan bermasyarakat. Realitas yang dialami manusia saat ini menjadi tantangan terbesar dalam berbagai bentuk pola kehidupan manusia baik dibidang politik, ekonomi, sosial maupun agama. Hal ini tentunya ‘mencekiki’ manusia yang terpaksa ‘tunduk’ pada Virus Corona sebab tidak ada yang tahu kapan virus ini akan berakhir. Banyak varian baru yang mulai muncul setelah Covid-19 bisa diatasi. Pandemi covid-19 telah merenggut banyak nyawa yang tidak berdosa tanpa melihat status atau golongan.
Salah satu dampak yang paling menantang atau yang kita rasakan saat ini adalah kehidupan rohani (iman) manusia. hal ini bisa dikatakan sebagai penderitaan iman. Maka kita dapat mengatakan bahwa penderitaan adalah rasa sakit yang dialami manusia sebagai akibat dari sesuatu yang merugikannya (Kleden, 2007:19).
Eksistensi Iman di Tengah Pandemi Covid-19
Iman adalah suatu kepercayaan atau keyakinan yang dimiliki oleh manusia dan menjadi jalan untuk mencapai keselamatan kekal yang dijanjikan oleh Allah. Dalam kitab Ibrani 11:1 dikisahkan bahwa “iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat”. Iman juga menjadi jawaban kita terhadap panggilan Allah untuk mendekatkan diri dengan-Nya. Hal ini tentu saja menjadi acuan bagi kita dalam setiap peristiwa dan pengalaman hidup yang kita dapatkan karena bagi umat beragama (yang beriman) setiap peristiwa mengandung makna teologis yaitu keimanan. Iman tidak serta merta hanya sebagai status kepemilikan melainkan lebih dari itu yakni pendalaman dan refleksi yang kuat tentang peristiwa akan Allah dan Yesus Kristus dalam hidup pribadi manusia.
Iman menjadi jalan manusia untuk mencapai ‘ruang’ keselamatan abadi dan pengalaman hidup (rohani) manusialah yang menjadi proses nyata dalam penghayatan iman itu. Iman tidak hanya sebagai ungkapan dari dalam mulut saja melainkan dari setiap perbuatan yang kita lakukan. “Tindakan iman tidak menyangkut rumusan iman, tetapi kenyataan yang dirumuskan itu. Atau dengan kata lain kita tidak mengimani dogma atau syahadat, tetapi kenyataan yang diungkapkan dalam dogma atau syahadat itu, yakni Allah dan karya penyelamatan-Nya (Kirchberger, 2014:25)”. Sangat jelas dikatakan bahwa iman harus didasarkan atas realitas dan juga pengalaman hidup kita akan Allah dan Yesus Kristus sebagai dasar dan sumber atau tolok ukur kita dalam penghayatan iman kristiani. Sebab orang yang beriman adalah orang yang mencari kesatuan pribadi dengan Allah, dan siap mempercayai Allah dalam segala hal yang Dia tunjukan (wahyukan) mengenai Diri-Nya. Di sini dibutuhkan sikap pemberian diri yang utuh kepada Tuhan agar kita hidup dalam kehadiran Allah secara tetap.
Dalam hidup beragama, iman menjadi fundasi dalam setiap kenyataan dan perjalanan hidup manusia. Sebab tanpa iman, manusia tidak akan bisa memaknai hidupnya sebagai yang beragama. Memang kita tidak bisa melihat bagaimana besarnya iman seseorang tetapi kita bisa mengetahuinya lewat kehidupan sehari-hari. Orang yang sungguh-sungguh beriman tentu akan berjalan secara seimbang dengan kepribadian dan sikap serta perilakunya setiap hari. Di sinilah letak atau eksistensi iman kristiani. Sebab manusia yang berfondasi dalam iman akan mencapai kepenuhan diri dalam hidup dan karyanya.
Dampak Covid bagi
Perkembangan Iman Manusia
1. Kekrisisan Iman
Munculnya covid-19 menjadi tantangan terbesar bagi iman umat katholik. Bagaimana tidak, pewartaan atau misa secara langsung yang sudah menjadi tradisi gereja sejak dulu kini secara tiba-tiba ditiadakan. Hal ini tentu akan sangat berdampak bagi perkembangan iman kristiani di mana orang akan merasa cemas dan bimbang. Munculnya Cemas dan bimbang dikarenakan mereka tidak lagi menemukan solusi yang baik dalam mempertahankan iman itu sendiri. Entah setuju atau tidak, mereka akan berpindah keyakinan atau bahkan kembali kepada agama tradisional.
2.
Umat Mempertanyakan
Eksistensi Allah
Penyebaran covid-19 semakin banyak memakan
korban jiwa. Pemerintah juga masih belum mendapatkan vaksin yang tepat untuk
menyembuhkan manusia yang sudah terinfeksi. Di sini umat akan mempertanyakan
eksistensi Allah. Sebab dalam pemikiran manusia, Allah tidak mungkin membiarkan
umat-Nya menderita. Allah yang begitu cinta akan umat-Nya tidak mungkin
membiarkan manusia dalam kesedihan yang berlarut lama. Allah yang Maha kasih
dianggap sebagai semacam konsep tipuan atau khayalan semata.
Hubungan Penderitaan dengan Kebahagiaan dan Kitab Suci.
Penderitaan merupakan salib besar yang harus kita pikul. Penderitaan mengakibatkan kesakitan, kesedihan atau dukacita (1 Pet. 1:6) dan sering kali membingungkan karena tidak dapat diprediksi, misalnya seseorang mengalami sakit penyakit yang tak kunjung sembuh walau pun sudah menjalani pengobatan, Di sisi lain, penderitaan bagaikan misteri karena tidak dapat disangka atau diduga. Salib itu sebagai tanda bahwa kita manusia selalu dihadapkan dengan penderitaan.
Dalam kaitannya dengan Yesus Kristus, salib itu sebagai awal dan di akhir nanti kita akan menang dalam penderitaan itu. Sebab penderitaan tidak selalu berakhir dengan kekalahan manusia atas persoalan melainkan dengan suka cita abadi.
Penderitaan Manusia dan Kerinduan akan Kebahagiaan Integral
Leonardus Samosir (2010, 40) mengatakan penderitaan adalah persoalan esensial manusia, karena manusia bukan hanya merasa terganggu, tetapi juga terancam, bahkan bisa hancur kalau berhadapan dengan penderitaan. Sebagian orang menerima bahwa penderitaan itu merupakan problem iman manusia, sedangkan yang lainnya tidak beranggapan seperti itu dan memungkinkan mereka akan kehilangan iman.
Dalam konteks pandemi saat ini, kita sedang mengalami penderitaan itu sendiri. Pandemi covid-19 membuat manusia terkekang dalam dunia tanpa kepastian yang jelas. Kita tidak mengetahui kapan Covid-19 ini berakhir. Mungkin banyak orang yang mengatakan bahwa ini merupakan hukuman dari Tuhan. Pemikiran semacam ini terlalu sempit. Bagi saya, manusia hidup bukan bersifat statis melainkan dinamis. Artinya perkembangan zaman yang berubah drastis kini menciptakan bahaya-bahaya terhadap perkembangan manusia saat ini.
Namun, disisi lain masih ada jalan manusia untuk mencari jawaban atas situasi ini. Ada dua realitas yang menuntut kita dalam menanggapi situasi covid-19. Pertama, kesediaan untuk menanggung situasi yang terjadi. Kedua, kerelaan untuk menjawab situasi itu (Feliks Bhagi, 2012:40).
Tanggapan Kaum Religius
Atas Iman di Tengah Covid-19
Kaum
religius dihadapkan dengan situasi covid-19. Mereka tidak lagi melakukan
pelayan pastoral secara langsung. Hal ini tentu saja akan sangat berpengaruh
bagi umat kristiani. Mereka harus mencari cara yang tepat agar umat Kristen
tidak cepat terpengaruh dengan kecemasan dan kebimbangan akan iman dalam
menghadapi pandemi Covid-19. Berkaitannya dengan ini, kita harus melihat dengan
kaca mata positif. Kenapa?
Ini
sebenarnya adalah kesempatan bagi gereja (kaum religius) yang adalah pribadi
orang percaya itu sendiri untuk merekonstruksi ulang dan membangun kembali
konsep ibadah yang esensial dan fundamental yaitu suatu konsep ibadah yang
tidak dibatasi oleh hal-hal yang fisik (ruang, waktu, dll). Kesempatan
ini harus harus diambil secara baik oleh kaum religius agar mereka turut serta
membantu perkembangan iman umat katolik saat ini.
Gereja (kaum religius) dan agama
umumnya, dengan berbagai bentuk manifesto pelayanan bagi kemanusiaan, harus
bisa hadir sebagai tabib yang menghidupkan dan menyembuhkan.
Peran Keluarga Atas Iman di Tengah Pandemi Covid-19
Dalam hubungannya dengan anak, orang tua menjadi yang utama dan terutama yang mampu mendidik anak-anaknya, sehingga dalam keluarga bisa memiliki kepribadian yang matang terlebih dalam kaitannya dengan iman. Kerukunan dan keharmonisan dalam keluarga mampu membuat suasana menjadi nyaman. Model pendidikan yang diterima dari orang tua-Nya, tampaknya berpengaruh dalam cara Yesus mewartakan Kerajaan Allah. Dibanyak kesempatan Ia memakai metode dialog partisipasif yakni dengan tindakan dan bukan hanya dengan kata-kata saja.
Situasi yang tidak pasti ini membuat banyak manusia bingung apa yang harus dilakukan. Namun perlu diingat peran keluarga sangatlah dibutuhkan di saat-saat sepeti ini. Kebersamaan yang mereka jalin harus membawa suatu perubahan dalam iman mereka. Dalam kekristenan, Keluarga terkhusus orang tua memiliki tanggung jawab penuh sebab mereka adalah wadah mengekpresikan kasih Tuhan untuk mempersiapkan anggota masyarakat yang memiliki moral yang sesuai dengan kehendak Tuhan.
Sebagai orang pertama yang menjadi role model dari kehidupan keluarga, ada baiknya orang tua menjadikan ibadah di rumah sebagai hal yang sangat bermanfaat. Kalau dalam sebelumnya keluarga jarang berkumpul bersama karena banyak urusan, maka ini menjadi hal yang baik karena kita bisa bersama-sama berkumpul untuk dapat memuji dan menyembah Tuhan, memberi kesaksian dengan yang lain, mendengarkan firman Tuhan bersama. Hal ini juga mampu mempererat hubungan dalam keluarga. Dalam perkumpulan itu juga, kita dapat saling bersaksi tentang pernyataan Tuhan.
Penutup
Dalam menghadapi tantangan iman ini, gereja hadir dan berusaha melakukan dan mencari solusi yang baik. Gereja memberi solusi dengan mengadakan misa secara online. Meskipun pelaksaan misa dilakukan secara online , gereja menaruh harapan agar umat katholik tetap setia dan beriman kepada Allah dan Yesus. Kaum religius turut serta memberi dukungan untuk merekonstruksi ulang dan membangun kembali konsep ibadah yang esensial dan fundamental yaitu suatu konsep ibadah yang tidak dibatasi oleh hal-hal yang fisik (ruang, waktu, dll).
Dalam mempertahankan dan mengembangkan iman, kita harus pemahaman tentang iman. Perjalanan hidup rohani kita tidak semata-mata hanya untuk disia-siakan melainkan kita mencari makna yang terdalam dari iman itu sendiri. proses mencari kedalaman itu tentu dilakukan lewat pengalaman dan kesaksian hidup kita. Iman itu juga dilakukan dengan komukasi personal dengan Allah. Dengan menjalin hubungan yang intim dengan Allah, kita semakin dekat dan pastinya bisa menaruh harapan akan mencapai keselamatan kekal.
Aping Suwardi adalah pria sejati asal Manggarai yang suka sekali memelihara rambutnya. Rambut adalah virus Corona jenis lain yang bisa mematikan perasaan seseorang termasuk meluluhkan hati pembaca.
0 Comments