Pendahuluan
Filsafat eksistensialisme telah menjadi
salah satu aliran pemikiran filosofis yang sangat berpengaruh dalam sejarah
pemikiran manusia. Salah satu tokoh utama yang berkontribusi dalam pengembangan
eksistensialisme adalah Karl Theodor Jaspers. Filsafat eksistensi Jaspers telah
mempengaruhi pemikiran dan pembahasan berbagai aspek kehidupan manusia, mulai
dari eksistensi individu hingga masyarakat dan kemanusiaan secara lebih luas.
Dalam kajian ini, kita akan menjelajahi
pandangan dan konsep penting dalam filsafat eksistensi yang dikemukakan oleh
Karl Theodor Jaspers. Kita akan membahas perjalanan hidup dan latar belakang
filosofis Jaspers yang membentuk pemikirannya. Selanjutnya, kita akan
menjelajahi konsep eksistensi, kebebasan, dan pilihan menurut Jaspers, serta
bagaimana pemikiran ini berdampak pada pemahaman manusia tentang diri mereka
sendiri dan hubungan dengan dunia di sekitar mereka.
Tinjauan terhadap filsafat eksistensi Karl
Theodor Jaspers akan membantu memahami bagaimana pemikiran ini dapat diterapkan
dalam konteks kontemporer dan menginspirasi pemikiran filosofis serta penerapan
praktis dalam kehidupan sehari-hari. Dengan menggali konsep-konsep dan
pemikiran yang ditemukan dalam filsafat Jaspers, tentu akan dapat lebih
memahami kompleksitas eksistensi manusia dan pencarian makna dalam dunia yang
terus berubah. Berikut adalah beberapa hal pengantar yang dapat membantu kita
sebelum memahami lebih jauh tentang konsep eksistensi. Pertama, eksistensialisme
dan pemahaman eksistensi, pemikiran Jaspers menyoroti pentingnya
eksistensi manusia dalam konteks dunia yang kompleks dan berubah. Dalam
dunianya, eksistensi individu memiliki nilai yang besar, dan manusia dihadapkan
pada tugas untuk menjalani hidup mereka dengan kebebasan dan tanggung jawab
penuh. Ini relevan dalam konteks kontemporer di mana individu sering dihadapkan
pada banyak pilihan dan tantangan dalam mencari makna hidup. Kedua, transendensi dan batasan, Jaspers menekankan gagasan transendensi,
yaitu kemampuan manusia untuk melampaui batasan fisik dan psikologis mereka.
Dalam dunia yang terus berubah, pemikiran ini dapat memberikan inspirasi bagi
individu untuk merenungkan keterbatasan manusia dan mencari jalan untuk
berkembang dan tumbuh melalui pengalaman. Ketiga,
kebebasan dan tanggung jawab, eksistensialisme
Jaspers menyoroti kebebasan individu dan tanggung jawab dalam membuat pilihan
hidup. Ini memiliki implikasi praktis dalam kehidupan sehari-hari, dengan
mengingatkan bahwa manusia memiliki kekuatan untuk membentuk nasibnya sendiri
melalui keputusan-keputusan yang dibuat buat. Keempat, pencarian makna,
konsep pencarian makna adalah tema sentral dalam eksistensialisme. Jaspers
memandangnya sebagai pencarian individu untuk makna dalam kehidupan individu
itu sendiri. Dalam dunia yang terus berubah, pencarian makna tetap menjadi
pertanyaan filosofis yang relevan, dan pemikiran Jaspers dapat memberikan
panduan tentang bagaimana manusia dapat menjalani hidup dengan makna. Kelima, kehidupan spiritual, Jaspers juga menggambarkan pentingnya
kehidupan spiritual dan pengalaman yang melampaui aspek fisik dan materi. Ini
relevan dalam dunia kontemporer di mana banyak individu mencari makna dalam
kerangka keagamaan atau spiritualitas mereka. Keenam, hubungan antarmanusia,
eksistensialisme juga mempertimbangkan hubungan antarmanusia. Dalam
dunia yang semakin terhubung dan kompleks, pemikiran ini memicu pertanyaan
tentang bagaimana manusia dapat hidup bersama dalam masyarakat dengan nilai-nilai
eksistensialis yang dianut Jaspers.
Dengan merenungkan pemikiran Jaspers, di
sini dapat mendapatkan perspektif yang dalam tentang bagaimana manusia
berinteraksi dengan dunia yang terus berubah dan kompleks. Ini dapat
menginspirasi pemikiran filosofis dan membantu individu merenungkan peran kita dalam
mencari makna dalam kehidupan dan menjalani kehidupan dengan penuh tanggung
jawab dan kebebasan.
Mengenal Theodor Jaspers
dan Latar Belakang Pemikirannya
Karl Theodor Jaspers dilahirkan di
Oldenburg, Jerman Utara, tanggal 23 Februari 1883 dan wafat tanggal 26 Februari
1969 di usianya yang ke 86 tahun. Ia merupakan anak sulung Carl Wilhelm Jaspers
dan Henriette Tantzen.[1] Ibu Jaspers yakni
Henriette Tantzen, berasal dari keluarga petani. Ayah Jaspers adalah ahli hukum
yang memegang jabatan sebagai Direktur Bank serta Pimpinan Dewan Kota. Tahun
1892-1902, Jaspers menempuh pendidikan di Gymnasium, Oldenburg. Semasa sekolah,
semua siswa dipaksa masuk ke dalam organisasi-organisasi siswa. Akan tetapi,
Jaspers sendiri tidak masuk ke dalam organisasi tersebut dengan alasan
kesehatan. Seumur hidupnya ia menderita penyakit paru-paru dan lemah jantung.
Kurangnya kontak sosial diimbanginya dengan ketertarikannya pada ilmu
pengetahuan, sastra, dan seni serta kecintaannya terhadap alam.[2] Di umur 38 tahun, sebelum
Jaspers menjadi seorang filsuf, ia adalah seorang ilmuwan. Sebagai seorang
ilmuwan, Jaspers selalu haus dengan pengetahuan yang bersifat menyeluruh. Hal
ini kemudian, mungkin, menyebabkan ia berpindah-pindah fokus keilmuannya, mulai
dari bidang hukum ke bidang kedokteran, lalu ke bidang psikiatri, bidang
psikologi, dan berakhir di bidang filsafat. Menurut Jaspers, ia menjadi seorang
filsuf karena keinginannya untuk berkomunikasi dengan pendapat-pendapat lain. Sebagai
seorang filsuf, Jaspers telah mempublikasikan karyanya tentang filsafat pada
tahun 1932, meliputi seperti tentang Philosophical World Orientation, The Illumination
of Existence, dan Metaphysics. Karya tersebut ditulis Jaspers sesudah
mendapatkan gelar guru besar penuh di Universitas Heidelberg, Jerman. Tiap
jilid karya tersebut menggambarkan metode keberadaan suatu yang ada atau
“being”: orientasi, eksistensi, serta transendensi metafisik sebagai modalitas
eksistensial dalam kehidupan manusia. Setiap karya menguraikan metode dalam
mengenali suatu yang “ada” dan berkaitan dengan “being”. Orientasi ditetapkan
oleh pengetahuan secara kognitif yang bisa diverifikasi secara objektif.
Ke-adaannya ditetapkan oleh subjektif atau eksistensi diri. Refleksi serta
transendensi ditetapkan oleh interpretasi simbolik dari isi metafisik.[3] Ketiga karya filsafat
tersebut ditulis guna menunjukkan eksistensi manusia dan pengetahuannya yang
meningkat eksistensinya ke tingkat lainnya, dan untuk menampilkan kesadaran
yang berkembang secara bertahap yang berkonfrontasi dengan antinomi nya.
Mengenal Teori Eksistensi
Eksistensi pada dasarnya merupakan suatu
usaha bagaimana menghadapkan makhluk berakal pada pernyataan-pernyataan
filosofis. Pertama-tama, apa itu eksistensi? Maka kita bisa mengatakan bahwa
bereksistensi adalah upaya untuk mewujudkan pribadi dalam semesta dan sekaligus
untuk mengatasinya. Eksistensi sejatinya bersifat historis yang artinya bahwa setiap
eksistensi ditentukan oleh situasi di mana eksistensi tersebut hidup. Situasi
tersebut tidak selalu sama bagi tiap-tiap orang, tetapi tidak seorang pun
merasa puas dikuasai oleh situasi tersebut. Hal tersebut menimbulkan
pertanyaan-pertanyaan unik apabila manusia menyadari keberadaannya dalam salah
satu boundary situation (grenssituaties), yaitu apabila ia dihadapkan pada
kematian, kondisi yang membutuhkan perjuangan, nasib, dan penderitaan. Pada
saat itulah ia mempertanyakan mengenai makna kehidupannya. Filsafat eksistensi
merupakan cara berpikir yang tidak hanya menggunakan seluruh pengetahuan
objektif tetapi juga mengatasi pengetahuan tersebut.[4] Manusia berupaya untuk
menjadi dirinya sendiri. Eksistensi merupakan hal paling menarik dan unik pada
diri manusia itu sendiri. Eksistensi yaitu aku yang sesungguhnya, yang unik dan
tidak objektif. Eksistensi sejatinya terbuka bagi segala kemungkinan-kemungkinan
baru yang ada. Eksistensi merupakan pemikiran mendalam tentang kebebasan total
sebagai inti manusia. Eksistensi dapat dihayati dan diterangi melalui refleksi
filsafat serta dapat disampaikan kepada orang lain.
Berkaitan dengan eksistensi, Jaspers memandang
bahwa eksistensi sebagai sesuatu yang sangat berharga dan paling unik dalam
diri manusia sebagai eksistensi. Eksistensi yaitu aku yang sesungguhnya, yang
unik dan tidak dapat diobjektifikasi sama sekali. Eksistensi adalah refleksi
mengenai total kebebasan yang merupakan hakikat manusia. Eksistensi dapat
direfleksikan dan diterangi melalui refleksi filsafat serta dapat
dikomunikasikan dengan orang lain. Sejalan dengan pandangan Jaspers, Bakker
juga mengemukakan bahwa eksistensi setiap orang itu serba unik dan tidak dapat
dikomunikasikan benar-benar kepada orang lain.[5] Manusia sebagai suatu
eksistensi tentunya mengalami paradoksal antara “time” dan “immortality”.
Identitas mengenai “time” dan “immortality” disebut “saat”, atau “saat
keputusan”. “Saat” tersebut merupakan “immortal presence”. Namun hal yang dapat
mengejutkan bahwa di “saat” yang termuat dalam “time” tersebut, sesuatu yang
mendapatkan “penentuan” untuk selama-lamanya. Manusia tidak membutuhkan
kebebasan seandainya ia memiliki pengetahuan paripurna tentang segalanya dan
terkait dengan konsekuensi tindakan serta pilihannya. Dalam pandangan Jaspers
mengenai eksistensi manusia, sekurang-kurangnya terdapat terlihat dalam
pelbagai tesis. Pertama, secara
fundamental, eksistensi ku sebagai manusia adalah otentik dan tidak dapat
diobjektifikasi dan eksistensi itu merupakan sumber atas pandangan-pandangan
dan tindakan-tindakanku. Eksistensi tidak sama dengan dasein, tetapi ia muncul
di dalamnya. Eksistensi adalah pangkal tempat filsafat yang sebenarnya.
Eksistensi tidak dapat dijadikan sebagai objek pengetahuan. Kita hanya dapat memperjelasnya.
Aktivitas memperjelas itu dibimbing oleh pikiran, tetapi bukanlah pikiran
sebagaimana yang dimaksud dalam arti kata objektif-keilmuan yang membawa kepada
hasil-hasil yang pasti. Sungguhpun tidak menghasilkan hal yang objektif, tetapi
pemikiran itu memberikan kepastian yang eksistensial. Kedua, eksistensi ku terbuka bagi segala kemungkinan-kemungkinan
sebab “aku” pada hakikatnya adalah “sebagai eksistensi yang mungkin”. Saya
bertindak atau sebaliknya, saya memutuskan atau tidak; saya akan tetap sebagai
“eksistensi yang mungkin”.
Ketiga,
suatu eksistensi tidaklah ada dan ber-ada dalam dirinya sendiri (terisolasi).
Dengan demikian, eksistensi sebetulnya “membuka diri” dalam berkomunikasi dan
berdialog dengan eksistensi lainnya. Bahkan menurut Jaspers, berfilsafat
sebenarnya hanya dapat dilakukan di dalam komunikasi, dan sebuah pikiran adalah
benar secara filosofis sejauh pemikiran itu membawa kemajuan dalam komunikasi.
Jaspers dalam hal ini menekankan pentingnya arti hubungan intersubjektif.
Komunikasi sejatinya bermakna sebagai suatu peluang dalam mengungkapkan
kesejatian diri. Dalam komunikasi yang demikian itu, pihakpihak yang
bersangkutan harus melepaskan segala “kedok” yang menutupi kejahatan pribadi.
Unsur-unsur yang terkait dalam komunikasi eksistensial sejatinya dapat saling
menerima kenyataan bahwa mereka akan tampil dengan ke-diri-annya masing-masing.
Keempat, eksistensi memiliki total kebebasan.
Kebebasan berarti memilih, memutuskan, merefleksikan, dan mengidentifikasi diri
dengan dirinya sendiri. Kebebasan adalah inti dari manusia. Pada orientasi
dunia belum ada kebebasan, dalam metafisika tidak ada lagi kebebasan. Kebebasan
hanya ada dalam ketidaktahuan di bidang penerangan eksistensi. Manusia dalam ketidaktahuan
nya harus memutuskan, dan dalam keputusan-keputusan itu ia justru paling utuh,
paling merupakan dirinya sendiri. Pada dasarnya, alasan utama eksistensi
melakukan pencerahan eksistensi adalah untuk memahami dan belajar tentang freedom
atau kebebasan. Kebebasan adalah alpha dan omega pencerahan eksistensi.[6]
Tinjauan atas Filsafat Eksistensi
Karl Theodor Jaspers
Setelah mempelajari teori dari Karl
Jasper secara umum mengandung arti tertentu dalam kaitannya dengan keberadaan
sebagai subjek. Di sini dalam filsafat eksistensi Jaspers ingin menujukan bahwa
sebagai manusia mesti menujukan keberadaannya sebagai manusia sesungguhnya. Dan
perlu saya akui bahwa jaspers sangat menekankan nilai-nilai keberadaan dalam
setiap pribadi manusia. Dalam nilai ini tentunya akan membantu ada sebagai
manusia dalam setiap hal yang mesti dilalui olehnya. Terlepas dari hal ini terdapat
berapa hal yang menjadi komentar untuk melihat lebih jauh terkait filsafat
eksistensi Karl Jaspers. Pertama,
filsafat eksistensi ini umumnya adalah sebuah petunjuk untuk sang ada tentang
betapa pentingnya tanggung jawab sebagai pribadi dalam setiap keadaan atau
situasi apapun. Ada “being” adalah kita sebagai pribadi ataupun sebagai
manusia. Sering kali manusia terjebak dalam suatu situasi yang di mana sudah
tidak mampu bertanggung jawab setiap persoalan yang ada. Dan melalui filsafat
eksistensi ini sebetulnya mengingatkan kita untuk memperhatikan hal-hal seperti
ini.
Kedua,
filsafat eksistensi ini sebetulnya adalah sebuah tuntutan terhadap keberadaan
sebagai manusia dalam kecakapan untuk melakukan ujian kritis terhadap diri
sendiri. Kecakapan ini berhubungan dengan sikap autokritik. Dalam hal ini
kehidupan yang teruji adalah kehidupan yang pantas dijalani karena bertumbuh di
atas dasar kritik diri, refleksi dan pengolahan pribadi. Selain itu terkait
dengan hal ini juga sebetulnya manusia sebagai keberadaannya membutuhkan
konsistensi bernalar dalam menilai setip tingkah laku dan perkataan manusia itu
sendiri. Kita juga perlu cermat melihat segala fakta dan memiliki ketepatan
dalam menilai setiap kesempatan. Sikap seperti ini dapat menciptakan ruang bagi
kita untuk berbicara dari kesanggupan diri, dan dengan demikian, kita juga
menghormati orang-orang lain dari kesanggupannya.[7] Ketiga, teori dari Karl Jasper ini sebetulnya adalah sebuah “etika subyektivitas”
Levinas yang berpusat pada tanggung jawab yang lain. Untuk menjelaskan konsep
tanggung jawab untuk yang lain terlebih dahulu Levinas menjelaskan konsep
tentang respons. Menurut Levinas, respons muncul karena kehadiran yang lain[8] dihadapkan subjek “aku”.
Respons adalah suatu bentuk jawaban yang diberikan karena dipanggil oleh yang
lain. Dalam hal ini respons bersentuhan dengan tindakan responsasilite. Sebab, wujud konkret dari respons adalah tanggung
jawab. Respons dilihat sebagai sikap etis seseorang yang telah siap untuk menanggung
suatu jawaban dalam bertanggung jawab.[9] Hal ini merupakan salah
satu hal yang mesti diperhatikan sebagai eksistensi manusia. Keberadaan kita
bukan hanya melihat diri kita sendiri tetapi lebih dari pada itu yakni melihat
yang lain. Dan ini adalah eksistensi manusia yang sebenarnya.
Penutup
Eksistensi atau keberadaan adalah
wujud nyata dari seorang pribadi manusia untuk menunjukan dirinya dalam
komunikasi sehari-hari maupun dalam tindakannya. Manusia sebagai keberadaannya
mesti mampu dalam mengupayakan setiap situasi dan keadaan demi tercapainya
suatu kebaikan. Di sini tidak lain adalah keberadaan manusia itu mesti menjadi
yang mampu untuk berpikir kritis baik itu setiap pertanyaan yang ada maupun menjawab
setiap persoalan tertentu. Keberadaan mesti benar-benar ada dan tetap utuh
dalam artiannya bahwa keberadaan itu haruslah mampu untuk menyanggupi keberadaannya
itu sendiri.
Dengan demikian bahwa, sejatinya
eksistensi adalah upaya untuk menjadi diri sendiri tanpa harus mengabaikan yang
lain. Menjadi diri sendiri adalah hasil dari suatu situasi dari luar. Dan
eksistensi kita sebagai manusia mesti melihat kembali orientasi setiap diri
masing-masing untuk bagaimana seharusnya. Melalui filsafat eksistensi ini
hendaklah sebuah ruang untuk kembali melihat keberadaan kita sesungguhnya
apakah betul dimaknai atau sebaliknya di mana kurang dimaknai.
Penulis
Viktorius Kristi Anggur atau yang biasa disapa Victor adalah mahasiswa semester 7 prodi Ilmu Filsafat di Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif Ledalero. Saat ini dia tinggal di Wisma St. Agustinus Ledalero, selain menulis dia juga punya minat dalam bidang fotografi.
[1] C. F. Wallraff, Bibliography: Selected Writings of Karl
Jaspers. In Karl Jaspers: An Introduction to His Philosophy. https://doi.org/10.1515/9781400868612-011
[2] Ibid.
[3] O. A. Vlasova, The biographical approach in Karl Jaspers’ work: From philosophy of
life to autobiography (Continental Philoshopy review: Desember 2017),. hlm.
50
[4] Z.
Wahyudin, “Eksistensi kehadiran: Sebuah Refleksi Filsafat”, Journal of Japanese Studies, 2: 2
(Mezurashi: 2020), hlm. 18.
[5] M. Marsono, Prinsip Hidup Kawruh Begja
dalam Perspektif Anton Bakker. Jurnal
Filsafat (Sanjiwani: 2020), hlm. 10.
[6] D. Sekulić, Eksistensialitas Kebebasan Menurut Jaspers (Filozofska
Istrazivanja:2021),. hlm. 50.
[7] Feliks
Baghi, Redeskripsi dan Ironi: Mengolah
Cita Rasa Kemanusiaan (Maumere: Penerbit Ledalero, 2014), hlm. 143.
[8]
Levinas mempunyai rumusan
yang sangat bagus dalam memberi batasan tentang yang lain. “Dia yang lain
adalah bukan aku.” Untuk memahami yang lain aku tidak dapat memulai dari
diriku. Sebab, memulai dari diriku berarti memulai dari dunia pemahaman,
persepsi, cara berpikir dan tindakanku. Itu berarti memulai dari totalitas
kebenaran yang saya miliki. Jalan yang baik untuk memahami yang lain adalah
memulai dari yang lain itu, dari dunianya, yaitu dari kebelainannya itu
sendiri. (Bdk. Feliks Baghi, Alteritas:
Pengakuan, Hospitalitas, Persahabatan (Etika Politik dan Postmodernisme)
(Maumere: Penerbit Ledalero, 2012), hlm. 23.
[9] Ibid.,
hlm 37-38
0 Comments