Cerpen|| Alex Papur
Pembaringan Abadi
Malam itu mengisahkan kisah yang penuh
makna dalam hidup. Kutersipu dalam heningnya pagi hari, seakan tidak mengerti
artinya dini hari, dia telah berjalan hingga pada tepat pukul 06.00 dan dengan
maluku mengintip dia yang dengan kejam membidik
dari ufuk timur. Aku mulai merasa resah dengan segala sikap yang
ada, berjalan tidak sampai pada ujung jalan hinggaku menemukan kebahagiaan semu
dengan satuan jarak milimeter. Sempat aku tak mengerti kisah jalan hidupku ini,
terbanting seakan tukang baja menempa dengan sikap keras. Hei………….berhenti di situ, kumenoleh dengan sikap siap untuk menjawab. Kumerasa dalam kegelapan
ketika aku melihat dia yang tak berwujud mengisah kisah waktuku. Stop !!! itu
cuman khayalanku saja. Senyuman terus tersungging dari dalam bibir manisku seakan
aku mengerti apa yang terjadi. Di mana….di mana……..di mana dia, ia…..aku ingat aku
meletakkannya di atas meja bundar putih itu, tapi kenapa aku tak dapat melihatnya
kembali. Sudah sejak lama aku merangkainya hingga aku membentuk wujudnya, sebegitu
mudahkah diriku melupakannya? jangan, engkau tidak boleh melupakan kisah
itu. Tetesan embun menyadarkanku, eh…ternyata aku larut dalam lamunanku lagi.
Kring……….kring alaranku
mulai berdering ketika dia telah berpindah di angka 07.00, dengan menyesal aku
memukul jitak dengan kebingungan. Aduh……aku terlambat lagi, kumulai bergegas
menuju kamar mandi untuk segera melunturkan lamunanku dengan dinginnya pagi
itu, secepatnya aku menyiapkan segala perlengkapan kuliahku meskipun sedikit
bingung dengan keadaan saat itu. Segala lamunanku melambai dengan perlahan
meninggalkanku, di saat aku mulai menaiki sebuah mobil yang akan mengantarku
menuju tempat perkuliahanku.
Tidak
ada kepercayaan dalam hidupku ketika aku harus berlari menuju suatu keadaan
yang begitu singkat yang kualami saat itu, segalanya hilang seketika di saatku
tersentuh oleh dia sang penyegar pagi hari. Hey…….berhenti (suara
itu) batinku kaget. Dan aku menoleh membidik ke arah tujuan suara itu, eh….ternyata dia, kenapa harus dia???? tanyaku dalam hati. Apakah tidak ada yang menghadirkan yang
baru????selain dia. Aku dan dia adalah sahabat sejak SD bahkan kami tetangga
yang sangat akrab, karena aku dan dia sangat akrab sehingga kami selalu dijuluki
tikus dan kucing. Dari julukan itulah kami berdua sangat akrab boleh dikatakan kami
pasangan hidup, ya……..aku tahu sedikit lebaylah…tapi itu sudah cap untuk kami
berdua. Ketika aku mencoba untuk menjawab sapaan paginya itu tiba-tiba setumpuk tugas memberikan tanda akan segera diselesaikan. Sampai ketemu di kelas…….teriakku
dengan singkat "SOMBONG," balasnya.
Pena tergores di kertas putih itu
dengan kebingungan ,entah apa yang harusku tulis untuk menjawab pertanyaan subjek filsafat itu. Dengan rasa tak tenangku mulai merajut dengan berbagai
olahan kata hingga membentuk sebuah batangan kalimat. Apakah yang kau rasakan
hingga engkau tidak mendekatku saat aku memanggilmu??? kata itu dengan cepat
mendarat di pinggir cerobong telingaku. Dengan gesit dia mendekat dan memukul
pundakku yang mati rasa yang mencoba tak hiraukan. Dengan singkatku menjawab, aku hanya pikiran dengan tugasku yang belum
selesai. Dia mulai memainkan penanya dan duduk tenang dalam kursi berbalut
kulit putih itu. aku mulai sadar akan kepiluan yang dia alami saat itu. Apa yang
sedang kau pikirkan, dengan manjaku mulai menyentuh pundaknya. Tidak
ada!!!!dengan tegas dia menjawabnya. Sudalah ceritakan saja padaku apa yang
sedang kau alami. Tanyaku dengan pelan. Dia menjawab,
Andaikan rintik hujan itu
tidak pernah mendarat di bandara kehidupanku, aku tidak akan tersiksa seperti
ini. Kemarin dia telah menyelesaikan hidup bapa dan ibuku, sekarang dia akan mengikatku dalam sebuah palungan
yang tak terhitung luasnya. Aku sungguh tak bisa terima…..ceritanya dengan singkat. Aku hanya mengangguk seakan mengerti
apa yang dialaminya dan berusaha menenangkannya. Hari itu berlalu begitu
saja. saat terpaan angin dengan pelan melewati pundakku yang datar karna tunduk
harus mengikat tali sepatu yang terlepas, sampil menunggu taksi yang lewat. Ketika
hampir setengah satu siang aku dikagetkan dengan motor yang berwarna silver
di depanku, ayo naik, suaranya begitu mengagetkanku ketika aku mendengar
suaranya. apa!!!pulang bareng bersama kamu…..???? tidak!!! sekali lagi, tidak!!!!!
Motornya pun
berlalu begitu cepat. Dasar cewek gila……kataku dengan kesal. Memang begitulah jika
kita harus berenang dalam kolam yang dalam, kita
harus berjuang untuk bisa berlayar dengan tenang dengan gaya katak yang
meski tidak sempurna. Lemparan tasku hingga mengobrak-abrik tempat tidurku tidak
dihiraukan. Segalanya menjadi buyar ketika aku harus mengingat kembali binder
lama itu ,tidak semudah menyalakan api di tungku, mengingat kisah itu rasanya
aku tidak ingin melihat dunia. Ratna, itulah nama yang sempat berteduh di bawah
hati yang penuh kemunafikan itu. Aku telah bersalah telah kembalikan dia pada kehidupan
sembrono, aku ingin kembali pada kisah itu, tapi apalah daya aku tak bisa
memutar waktu. Engsel binder itu telah berkarat karna kisah waktu itu yang telah
diguyur hujan yang deras. Serentak aku terbangun melihat dia dalam perahu
pikiranku yang telah terurai lunglai…..
Tidak…….tidak mungkin ini pikiranku saja, bergegasku mengambil tas dan segera berjalan menuju rumahnya………desakan hati yang selalu mengiringi kisah perjuanganku yang tak pernah padam dan berusaha untuk cepat sampai. segalanya buyar seketika aku mulai menapak pada gang rumahnya yang begitu meriah mendengar lagu yang penuh rasa putus asa dan kerelaan dari sekelompok orang, apa artinya?????tanyaku dalam hati. Tertatih penuh rasa cemas langkahku berpindah tempat. Hatiku hancur ketika menyaksikan apa yang terjadi……dia telah pergi meninggalkan aku yang telah bersamanya sejak kecil, kuntum mawarku telah pergi diterpa sang topan, hatiku telah terkubur dengan kepiluan, oh …..Tuhan kenapa ini semua harus aku lakonkan dalam kisah hidup ini. Dengan gemetar sepasang tangan mengulur memberikan sebuah notes kepadaku yang isinya seperti ini.
Untukmu sang idaman hatiku
Skenario itu telah dilakonkan oleh kita saat bersama, belahan kata yang dirakit dengan manis hingga hati tampak dalam title skenario itu. Pecahan kisah yang telah terjatuh aku tidak pernah menyerah karna dirimulah kapas kelembutan hatiku. Hai idamanku engkaulah pelabuhan yang selalu memberi warna perjuanganku, engkaulah pena perjuanganku, tatkala engkaulah aquarium air hatiku, cintaku selalu ada di setiap lirikan mata hatiku………..yang dengan lembut tersimpan didasar belahan hati yang terbaikku.
Aku selalu ada untukmu, sampai
jumpa di sana
Aliran kedukaan tampak di pipiku yang tidak percaya ia telah ada dalam pelukan yang Maha Kuasa, robekan kisah kini telah ia sempurnakan di atas kain putih itu yang telah dengan indah membalut tubuhnya yang mungil itu, senyuman tampak dalam hatinya yang tertidur pula situ, oh Tuhan setega inikah engkau menempa hatiku yang tidak kuat, kini ombak kebusukan egoku telah mengalirkan harum yang busuk dalam hatinya, teranglah dia ya Tuhan dalam jiwa kasihmu.
0 Comments