Pembaringan Abadi

 Cerpen|| Alex Papur

Pixabay.com

Pembaringan Abadi

Malam itu mengisahkan kisah yang penuh makna dalam hidup. Kutersipu dalam heningnya pagi hari, seakan tidak mengerti artinya dini hari, dia telah berjalan hingga pada tepat pukul 06.00 dan dengan maluku mengintip dia yang dengan kejam membidik  dari ufuk timur. Aku mulai merasa resah dengan segala sikap yang ada, berjalan tidak sampai pada ujung jalan hinggaku menemukan kebahagiaan semu dengan satuan jarak milimeter. Sempat aku tak mengerti kisah jalan hidupku ini, terbanting seakan tukang baja menempa dengan sikap keras. Hei………….berhenti  di situ, kumenoleh dengan sikap siap untuk menjawab. Kumerasa dalam kegelapan ketika aku melihat dia yang tak berwujud mengisah kisah waktuku. Stop !!! itu cuman khayalanku saja. Senyuman terus tersungging dari dalam bibir manisku seakan aku mengerti apa yang terjadi. Di mana….di mana……..di mana dia, ia…..aku ingat aku meletakkannya di atas meja bundar putih itu, tapi kenapa aku tak dapat melihatnya kembali. Sudah sejak lama aku merangkainya hingga aku membentuk wujudnya, sebegitu mudahkah diriku melupakannya? jangan, engkau tidak boleh melupakan kisah itu. Tetesan embun menyadarkanku, eh…ternyata aku larut dalam lamunanku lagi.

Kring……….kring alaranku mulai berdering ketika dia telah berpindah di angka 07.00, dengan menyesal aku memukul jitak dengan kebingungan. Aduh……aku terlambat lagi, kumulai bergegas menuju kamar mandi untuk segera melunturkan lamunanku dengan dinginnya pagi itu, secepatnya aku menyiapkan segala perlengkapan kuliahku meskipun sedikit bingung dengan keadaan saat itu. Segala lamunanku melambai dengan perlahan meninggalkanku, di saat aku mulai menaiki sebuah mobil yang akan mengantarku menuju tempat perkuliahanku.

Tidak ada kepercayaan dalam hidupku ketika aku harus berlari menuju suatu keadaan yang begitu singkat yang kualami saat itu, segalanya hilang seketika di saatku tersentuh oleh dia sang penyegar pagi hari. Hey…….berhenti (suara itu) batinku kaget. Dan aku menoleh membidik ke arah tujuan suara itu, eh….ternyata dia, kenapa harus dia???? tanyaku dalam hati. Apakah tidak ada yang menghadirkan yang baru????selain dia. Aku dan dia adalah sahabat sejak SD bahkan kami tetangga yang sangat akrab, karena aku dan dia sangat akrab sehingga kami selalu dijuluki tikus dan kucing. Dari julukan itulah kami berdua sangat akrab boleh dikatakan kami pasangan hidup, ya……..aku tahu sedikit lebaylah…tapi itu sudah cap untuk kami berdua. Ketika aku mencoba untuk menjawab sapaan paginya itu tiba-tiba setumpuk tugas memberikan tanda akan segera diselesaikan. Sampai ketemu di kelas…….teriakku dengan singkat "SOMBONG," balasnya.

          Pena tergores di kertas putih itu dengan kebingungan ,entah apa yang harusku tulis untuk menjawab pertanyaan subjek filsafat itu. Dengan rasa tak tenangku mulai merajut dengan berbagai olahan kata hingga membentuk sebuah batangan kalimat. Apakah yang kau rasakan hingga engkau tidak mendekatku saat aku memanggilmu??? kata itu dengan cepat mendarat di pinggir cerobong telingaku. Dengan gesit dia mendekat dan memukul pundakku yang mati rasa yang mencoba tak hiraukan. Dengan singkatku menjawab, aku hanya pikiran dengan tugasku yang belum selesai. Dia mulai memainkan penanya dan duduk tenang dalam kursi berbalut kulit putih itu. aku mulai sadar akan kepiluan yang dia alami saat itu. Apa yang sedang kau pikirkan, dengan manjaku mulai menyentuh pundaknya. Tidak ada!!!!dengan tegas dia menjawabnya. Sudalah ceritakan saja padaku apa yang sedang kau alami. Tanyaku dengan pelan. Dia menjawab,

Andaikan  rintik hujan itu tidak pernah mendarat di bandara kehidupanku, aku tidak akan tersiksa seperti ini. Kemarin dia telah menyelesaikan hidup bapa dan ibuku, sekarang  dia akan mengikatku dalam sebuah palungan yang tak terhitung luasnya. Aku sungguh tak bisa terima…..ceritanya dengan  singkat. Aku hanya mengangguk seakan mengerti apa yang dialaminya dan berusaha menenangkannya. Hari itu berlalu begitu saja. saat terpaan angin dengan pelan melewati pundakku yang datar karna tunduk harus mengikat tali sepatu yang terlepas, sampil menunggu taksi yang lewat. Ketika hampir setengah satu siang aku dikagetkan dengan motor yang berwarna silver di depanku, ayo naik, suaranya begitu mengagetkanku ketika aku mendengar suaranya. apa!!!pulang bareng bersama kamu…..???? tidak!!! sekali lagi, tidak!!!!!

Motornya pun berlalu begitu cepat. Dasar cewek gila……kataku dengan kesal. Memang begitulah jika kita harus berenang dalam kolam yang dalam, kita  harus berjuang untuk bisa berlayar dengan tenang dengan gaya katak yang meski tidak sempurna. Lemparan tasku hingga mengobrak-abrik tempat tidurku tidak dihiraukan. Segalanya menjadi buyar ketika aku harus mengingat kembali binder lama itu ,tidak semudah menyalakan api di tungku, mengingat kisah itu rasanya aku tidak ingin melihat dunia. Ratna, itulah nama yang sempat berteduh di bawah hati yang penuh kemunafikan itu. Aku telah bersalah telah kembalikan dia pada kehidupan sembrono, aku ingin kembali pada kisah itu, tapi apalah daya aku tak bisa memutar waktu. Engsel binder itu telah berkarat karna kisah waktu itu yang telah diguyur hujan yang deras. Serentak aku terbangun melihat dia dalam perahu pikiranku yang telah terurai lunglai…..

Tidak…….tidak mungkin ini pikiranku saja, bergegasku mengambil tas dan segera berjalan menuju rumahnya………desakan hati yang selalu mengiringi kisah perjuanganku yang tak pernah padam dan berusaha untuk cepat sampai. segalanya buyar seketika aku mulai menapak pada gang rumahnya yang begitu meriah mendengar lagu yang penuh rasa putus asa dan kerelaan dari sekelompok orang, apa artinya?????tanyaku dalam hati. Tertatih penuh rasa cemas langkahku berpindah tempat. Hatiku hancur ketika menyaksikan apa yang terjadi……dia telah pergi meninggalkan aku yang telah bersamanya sejak kecil, kuntum mawarku telah pergi diterpa sang topan, hatiku telah terkubur dengan kepiluan, oh …..Tuhan kenapa ini semua harus aku lakonkan dalam kisah hidup ini. Dengan gemetar sepasang tangan mengulur memberikan sebuah notes kepadaku yang isinya seperti ini.

Untukmu sang idaman hatiku

Skenario itu telah dilakonkan oleh kita saat  bersama, belahan kata yang dirakit dengan manis hingga hati tampak dalam title skenario itu. Pecahan kisah yang telah terjatuh aku tidak pernah menyerah karna dirimulah kapas kelembutan hatiku. Hai idamanku engkaulah pelabuhan yang selalu memberi warna perjuanganku, engkaulah pena perjuanganku, tatkala engkaulah aquarium air hatiku, cintaku selalu ada di setiap lirikan mata hatiku………..yang dengan lembut tersimpan didasar belahan hati yang terbaikku.

Aku selalu ada untukmu, sampai jumpa di sana 

Aliran kedukaan tampak di pipiku yang tidak percaya ia telah ada dalam pelukan yang Maha Kuasa, robekan kisah kini telah ia sempurnakan di atas kain putih itu yang telah dengan indah membalut tubuhnya yang mungil itu, senyuman tampak dalam hatinya yang tertidur pula situ, oh Tuhan setega inikah engkau menempa hatiku yang tidak kuat, kini ombak kebusukan egoku telah mengalirkan harum yang busuk dalam hatinya, teranglah dia ya Tuhan dalam jiwa kasihmu.

Biodata 
Ales Papur adalah seorang biarawan yang pandai memasak, daging ayam, ikan  dan nasi tumpeng  termasuk memasak kenanganmu juga. Penulis kini tinggal di Wisma SVD St. Agustinus.


Post a Comment

0 Comments