Ulasan|| Yohan Mataubana
Ratu Rosario dalam Tubuh Sanusi
Saya pernah mengulas Puisi “Mama Menganyam Noken”
Karya Gody Usna’at. Puisi yang berkisah tentang bagaimana perjuangan mama-mama
di Papua untuk menghidupkan kearifan lokal dan sekaligus menjadi salah satu
peluang usaha masyarakat Papua untuk
mencari nafkah
Di bulan Oktober ini, Gereja seperti biasanya
menempatkan waktu khusus untuk berdoa rosario sebagai salah satu wujud cinta
dan kasih Gereja Katholik terhadap Bunda Maria dalam perjuangannya melahirkan-membesarkan
Kristus dan menjadi contoh teladan bagi kaum Ibu Katholik.
Orang bilang surga ada di telapak kaki Ibu.
Mengapa demikian? Menurut saya di bawah telapak kaki ibu adalah gambaran suatu
kehormatan. Telapak kaki itu berada pada bagian paling bawah. Untuk meraba
telapak kaki, kita butuh tunduk atau merendah. Sebuah lakon tunduk atau
merendah inilah yang mau digambarkan pepatah di atas tadi sebagai pesan untuk
menghormati atau tunduk (taat) terhadap seorang ibu.
Pujian terhadap kaum ibu baik yang dilukis Oleh
Gody dalam bentuk puisi dan penghormatan kepada Bunda Maria yang dilakukan oleh
Gereja Katholik dalam bentuk doa Rosario, ini menjadi suatu permenungan bahwa kaum ibu
atau mama menjadi inspirasi hidup banyak orang.
Suatu kesempatan saya berkenalan dengan
puisi-puisinya Sanusi Pane. Ia juga satu dari sekian banyak penyair yang
menempatkan Bunda atau ibu sebagai Inspirasi sebuah puisi dan saya ingin
mengulas isi puisi Pane yang sederhana dan maknanya cukup mendalam. Tetapi
sebelum saya mengulas puisinya. Sekilas saya ingin memperkenalkan siapa itu Sanusi Pane.
Sanusi Pane adalah seorang Sastrawan berkebangsaan Indonesia yang tergolong dalam sastrawan Angkatan Pujangga Baru. Ia lahir di Muara Sipongo pada tanggal 14 November 1905. Dalam masa hidupnya, ia menulis buku Pantjaran Tjinta (1926), Puspa Mega (1927), Madah Kelana (1931), Kertadjaja (1932), Sandhyakala ning Majapahit (1933), Manusia Baru (1940). Ia juga menulis buku sejarah Indonesia Sepanjang Masa (1952) dan karya lainnya. Saya menyukai salah satu puisi penulis Tapanuli ini yang berjudul Kepada Bunda. Sanusi Pane dengan sangat indah membaluti rahasia hatinya ke dalam puisi ini. Puisi pendek yang mempunyai makna yang melekat dalam hati pembaca.
Kepada Bunda
Terkenang di hati mengarang
sari,
Yang kupetik dengan berahi
Dalam kebun jantung hatiku,
Buat perhiasan Ibunda-Ratu.
Catatan penting yang terkandung dalam puisi
Sanusi:
·
Permainan rima di setiap akhir baris: sari-berahi, hatiku-ratu. Permainan rima seperti
ini menjadikan puisi ini terasa indah bunyinya ketika dibaca.
·
Penokohan:
Penulis menghadirkan Aku sebagai subjek dan Ibunda-Ratu sebagai Objek
·
Latar:
tempat hati menjadi pusat di mana puisi itu bermula.
Soal pemaknaan puisi. Sanusi
benar-benar memberikan kekebebasan pembaca menginterpretasi makna. Inilah yang
dikatakan oleh Umberto Echo dalam bukunya. Ia menulis demikian melalui tokoh
Wiliam:“Kau tahu?” kata William. “Kadang-kadang lebih
baik jika rahasia-rahasia tertentu tetap terselubung oleh kata-kata esoteris.”(The Name of The Rose, hal.151). Demikian
puisi "Kepada Bunda" adalah sebuah rahasia yang dinamakan kebun jantung hatiku.
Adakah tumbuh-tumbuhan, berupa ubi, pisang, jagung atau air mata ibu
barangkali. Tentu Bukan itu yang dimaksud sebagai kebun hati. Lalu apa yang
mau dikatakan Sanusi dalam puisinya?
Membongkar
Rahasia
Terkenang
di hati mengarang sari Penulis memulai baris pertama puisi dengan menempatkan
simbol mengarang sari sebagai gambaran isi hatinya. Sari (inti) sementara
mengarang (hangus terbakar. Penulis mengandaikan pengalaman hidupnya sebagai
suatu inti pengalaman yang sebetulnya telah membekas seperti arang. Yang kupetik dengan birahi (baris ke-2),
kemudian penulis mengambil pengalaman itu dengan sangat birahi atau bisa
dikatakan dengan sangat libido membangkitkan kembali kenangan yang terkenang
dalam hatinya. Pada baris ke-3, ia berkata demikian Dalam kebun jantung hatiku. Dalam Ilmu Biologi Jantung mempunyai
fungsi untuk memompah darah. Adanya jantung, memampukan darah yang penuh dengan
oksigen itu bisa mengalir ke seluruh tubuh.
Mengandaikan tokoh Bunda (dikatakan dalam judul) puisi yang ditulis
khusus ini, menjadi kehidupan yang berarti, yang bisa memompah semangat
hidupnya. Dan hati adalah tempat menghancurkan racun dalam darah hingga proses
pencernaan bisa berjalan baik, Penulis mengandaikan juga kehadiran Bunda itu
sebagai salah satu penjaga atau pengobat rasa sakit ketika diracuni oleh beban
hidup.
Jika bunda itu ada dalam kebun jantung hati(ku-si penulis).
Maka sebetulnya puisi ini menyatakan keberhargaan seorang bunda dalam hidupnya.
Bunda tidak hanya menjadi penyemangat, pengobat rasa sedih tetapi juga menjadi
seseorang yang berharga sperti perhiasan sebagaimana yang Sanusi tulis dibaris
akhir puisinya buat perhiasan Ibunda-Ratu.
Jadi Sanusi bilang kemegahan seorang bunda tidak hanya sebatas bunda tetapi
juga sebagai Ratu yang sesungguhnya di dalam hidupnya.
Bunda
Ratu
Kata Bunda Ratu dalam puisi Sanusi mengingatkan saya akan sapaan Bunda Maria
sebagai Ratu Rosario. Mengapa ratu Rosario? Rosario berarti “Mahkota Mawar” dan
mawar diidentik dengan Ratu semua bunda. Tak heran jika Umat Katholik menjuluki
Maria sebagai Ratu Rosario karena keteladanan imannya menerima Kristus sebagai
anaknya, itulah yang menjadikan bunda sebagai figur mawar yang harum imannya
yang patut menjadi panutan bagi ibu-ibu Katholik. Salve.
---------------------------------------------------
Biodata
Yohan Mataubana adalah anggota Wisma SVD Agustinus Wairpelit.
0 Comments