Ratu Rosario dalam Tubuh Sanusi

Ulasan|| Yohan Mataubana

pixabay.com

Ratu Rosario dalam Tubuh Sanusi  

Saya pernah mengulas Puisi “Mama Menganyam Noken” Karya Gody Usna’at. Puisi yang berkisah tentang bagaimana perjuangan mama-mama di Papua untuk menghidupkan kearifan lokal dan sekaligus menjadi salah satu peluang usaha  masyarakat Papua untuk mencari nafkah

 

Di bulan Oktober ini, Gereja seperti biasanya menempatkan waktu khusus untuk berdoa rosario sebagai salah satu wujud cinta dan kasih Gereja Katholik terhadap Bunda Maria dalam perjuangannya melahirkan-membesarkan Kristus dan menjadi contoh teladan bagi kaum Ibu Katholik.

 

Orang bilang surga ada di telapak kaki Ibu. Mengapa demikian? Menurut saya di bawah telapak kaki ibu adalah gambaran suatu kehormatan. Telapak kaki itu berada pada bagian paling bawah. Untuk meraba telapak kaki, kita butuh tunduk atau merendah. Sebuah lakon tunduk atau merendah inilah yang mau digambarkan pepatah di atas tadi sebagai pesan untuk menghormati atau tunduk (taat) terhadap seorang ibu.

 

Pujian terhadap kaum ibu baik yang dilukis Oleh Gody dalam bentuk puisi dan penghormatan kepada Bunda Maria yang dilakukan oleh Gereja Katholik dalam bentuk doa Rosario, ini menjadi suatu permenungan bahwa kaum ibu atau mama menjadi inspirasi hidup banyak orang.

 

Suatu kesempatan saya berkenalan dengan puisi-puisinya Sanusi Pane. Ia juga satu dari sekian banyak penyair yang menempatkan Bunda atau ibu sebagai Inspirasi sebuah puisi dan saya ingin mengulas isi puisi Pane yang sederhana dan maknanya cukup mendalam. Tetapi sebelum saya mengulas puisinya. Sekilas saya ingin  memperkenalkan siapa itu Sanusi Pane.

 

Sanusi Pane adalah seorang Sastrawan berkebangsaan Indonesia yang tergolong dalam sastrawan Angkatan Pujangga Baru. Ia lahir  di Muara Sipongo pada tanggal 14 November 1905. Dalam masa hidupnya, ia menulis buku Pantjaran Tjinta (1926), Puspa Mega (1927), Madah Kelana (1931), Kertadjaja (1932), Sandhyakala ning Majapahit (1933), Manusia Baru (1940). Ia juga menulis buku sejarah Indonesia Sepanjang Masa (1952) dan karya lainnya. Saya menyukai salah satu puisi penulis Tapanuli ini yang berjudul Kepada Bunda. Sanusi Pane dengan sangat indah membaluti rahasia hatinya ke dalam puisi ini. Puisi pendek yang mempunyai makna yang melekat dalam hati pembaca.

 

Kepada Bunda

Terkenang di hati mengarang sari,
Yang kupetik dengan berahi
Dalam kebun jantung hatiku,
Buat perhiasan Ibunda-Ratu.

 

Catatan penting yang terkandung dalam puisi Sanusi:

·         Permainan rima di setiap akhir baris: sari-berahi, hatiku-ratu. Permainan rima seperti ini menjadikan puisi ini terasa indah bunyinya ketika  dibaca.

·         Penokohan: Penulis menghadirkan Aku sebagai subjek dan Ibunda-Ratu sebagai Objek

·         Latar: tempat hati menjadi pusat di mana puisi itu bermula.

 

Soal pemaknaan puisi. Sanusi benar-benar memberikan kekebebasan pembaca menginterpretasi makna. Inilah yang dikatakan oleh Umberto Echo dalam bukunya. Ia menulis demikian melalui tokoh Wiliam:“Kau tahu?” kata William. “Kadang-kadang lebih baik jika rahasia-rahasia tertentu tetap terselubung oleh kata-kata esoteris.”(The Name of The Rose, hal.151). Demikian puisi "Kepada Bunda" adalah sebuah rahasia yang dinamakan kebun jantung hatiku. Adakah tumbuh-tumbuhan, berupa ubi, pisang, jagung atau air mata ibu barangkali. Tentu Bukan itu yang dimaksud sebagai kebun hati. Lalu apa yang mau dikatakan Sanusi dalam puisinya?

 

Membongkar Rahasia

Terkenang di hati mengarang sari  Penulis memulai baris pertama puisi dengan menempatkan simbol mengarang sari sebagai gambaran isi hatinya. Sari (inti) sementara mengarang (hangus terbakar. Penulis mengandaikan pengalaman hidupnya sebagai suatu inti pengalaman yang sebetulnya telah membekas seperti arang. Yang kupetik dengan birahi (baris ke-2), kemudian penulis mengambil pengalaman itu dengan sangat birahi atau bisa dikatakan dengan sangat libido membangkitkan kembali kenangan yang terkenang dalam hatinya. Pada baris ke-3, ia berkata demikian Dalam kebun jantung hatiku. Dalam Ilmu Biologi Jantung mempunyai fungsi untuk memompah darah. Adanya jantung, memampukan darah yang penuh dengan oksigen itu bisa mengalir ke seluruh tubuh.  Mengandaikan tokoh Bunda (dikatakan dalam judul) puisi yang ditulis khusus ini, menjadi kehidupan yang berarti, yang bisa memompah semangat hidupnya. Dan hati adalah tempat menghancurkan racun dalam darah hingga proses pencernaan bisa berjalan baik, Penulis mengandaikan juga kehadiran Bunda itu sebagai salah satu penjaga atau pengobat rasa sakit ketika diracuni oleh beban hidup.

Jika bunda itu ada dalam kebun jantung hati(ku-si penulis). Maka sebetulnya puisi ini menyatakan keberhargaan seorang bunda dalam hidupnya. Bunda tidak hanya menjadi penyemangat, pengobat rasa sedih tetapi juga menjadi seseorang yang berharga sperti perhiasan sebagaimana yang Sanusi tulis dibaris akhir puisinya buat perhiasan Ibunda-Ratu. Jadi Sanusi bilang kemegahan seorang bunda tidak hanya sebatas bunda tetapi juga sebagai Ratu yang sesungguhnya di dalam hidupnya.

 

Bunda Ratu

Kata Bunda Ratu dalam puisi Sanusi mengingatkan saya akan sapaan Bunda Maria sebagai Ratu Rosario. Mengapa ratu Rosario? Rosario berarti “Mahkota Mawar” dan mawar diidentik dengan Ratu semua bunda. Tak heran jika Umat Katholik menjuluki Maria sebagai Ratu Rosario karena keteladanan imannya menerima Kristus sebagai anaknya, itulah yang menjadikan bunda sebagai figur mawar yang harum imannya yang patut menjadi panutan bagi ibu-ibu Katholik. Salve.

---------------------------------------------------

Biodata

Yohan Mataubana adalah anggota Wisma SVD  Agustinus Wairpelit.

Post a Comment

0 Comments