Puisi “Menikahi” Kentut Sang Pacar

Foto penulis Yohan Mataubana

Puisi "Menikahi" Kentut Sang Pacar
*Mengulas Puisi Kentut Pacarku Karya Melki Deni
Oleh Yohan Mataubana

Dalam mitologi Yunani suatu hubungan terlarang dilakukan oleh Oedipus terhadap ibunya yang bernama Lokaste. Saking jatuh cintanya Oedipus terhadap ibunya, ia pun nekat menikahi Ibunya. Perkawinan Oedipus dan Lokaste pun berlangsung puluhan tahun dan membuat para dewa marah, karena hubungan yang mereka lakukan adalah aib dan buruk di mata semesta.

Di Indonesia ada juga kisah Sangkuriang. Ketika Sangkuriang melihat kecantikan Dayang Sumbing, ibunya, ia pun nekat menikahi ibunya. Bagi kita di Indonesia hal seperti ini pemali, juga buruk sekali di mata adat dan agama.

Baca juga: Kentut Pacarku

 Oedipus maupun Sangkuriang, entahlah mereka punya pemikiran dan rasa cinta seperti apa yang mengakibatkan mereka berani jatuh cinta terhadap ibu kandung sendiri. Barangkali mereka terjebak dalam kerangkeng libido inses. Ketika saya sedang terbengong-bengong dengan kedua orang ini, saya sempatkan waktu untuk membuka verbiagustinus.blogspot.com.

Verbiagustinus.blogspot.com adalah sebuah blog yang menampung karya tulis anak-anak Wisma Agustinus Ledalero. Saya bertemu dengan puisi Melki Deni. Saya tertawa sampai tertidur dilantai sambil membayang seseorang kentut di hadapan kekasihnya. Saya berpikir baik, kalau bunyi kentutnya tidak menggema sampai ke telinga banyak orang atau jangan sampai celananya sampai terobek akibat bunyi letusan gunung Ineria di dalam celana. Jangan sampai juga kentutnya berbau telur busuk di dalam celana. Apa yang Anda bayangkan kalau hal ini terjadi pada diri Anda?

Baca juga: Filsafat dan Bola—Sebuah Komentar atas Artikel Berjudul Peran Sepak Bola dalam Membentuk Peradaban Hidup Manusia

Puisi Menikahi Imajinasi dan Pengalaman Pribadi

Menurut saya, seorang penulis puisi ketika ia melahirkan puisi-puisinya, ia harus berani “menikahi” imajinasi dengan pengalaman pribadi penulisentah pengalaman membaca buku, pengalaman bercerita, pengalaman makan, termasuk pengalaman mendengar dan mencium bau kentut orang. Melki Deni berani menikahi sesuatu yang dipandang memalukan. Dan bagi Indonesia bagian timur yang berkaitan dengan kentut itu menjijikkan atau jorok, jadi malu kalau gas alami di bokong itu dirudalkan ke banyak orang. Tetapi Melki Deni berani membongkar aib itu dengan puisi naratifnya seperti ini.

KENTUT PACARKU

Teman saya sering kentut di kampus tiap kali kuliah berlangsung. Tiap kali mau kentut, ia celingukan dulu, sebentar cengar-cengir sendiri, sebentar atur strategi yang rapi. Sebentar dosen berbicara di depan,—uuukkk—kentutnya mulai dari nada dasar C. Ia tutup hidung, sebentar celingukan bareng cengar-cengir; dia pertama kali menuduh teman-teman di samping. Tapi celananya rutin menangkap bau kentutnya. Di indekos, ia bolak-balik ke toilet.

Tiap kali adik saya kentut di rumah, kaki/tangan selalu mengiringi kentutnya itu dalam sekejap. Terakhir kali adikku kentut, lantas ia babak belur. Lalu masuk rumah sakit; tulang patah, memar, dan gegar otak. Kentut membuat adik saya kentutfobia. Memohon ampun hanya mendulang sesal.

Di mana saja pacar saya kentut, selalu wangi. Semua parfum mahal kalah bersaing. Tiap kali ia kentut entah dimulai dari nada dasar apa saja; saya minta tambah tiga kali. Kentutnya mengundang selera; mengandung cinta. Apalagi ketika kentut sambil senyum simpul, serasa sedang memainkan sebuah peran sentral dalam drama Korea; bikin baper—maniak.

Kentut pacar saya hangat, rasa coklat dan nikmat takkan tamat.

Melki Deni berhasil mempersunting imajinasi pembaca karena di dalam puisinya ia mengangkat sesuatu yang aib menjadi indah. Meski mendengar kata kentut kita merasa jorok tetapi di balik itu pembaca diundang untuk tertawa terbahak-bahak.

Di dalam puisinya ada tiga tokoh: 1.Teman kentut; latar tempatnya di kampus, di indekos dan toilet. 2. Adik Kentut; latar tempat di rumah dan rumah sakit. Dan yang ke 3. Pacar Kentut; berlatar suasana gembira (mengandung cinta bdk bait 3).

Semacam ada perbandingan jelas antara kentut siapa yang baik dan disukai, dan kentut siapa yang tidak disukai. Di sini Melki Deni menggambarkan kalau kentut sang pacar lebih menyenangkan daripada kentut adik dan teman. Mengapa ia lebih menyukai kentut sang Pacar? Jawabannya: misteri cinta tak bisa dipecahkan begitu saja. Sama halnya dengan Oedipus dan Sangkuriang.

 Baca juga: Peran Sepak Bola dalam Membentuk Peradaban Hidup Manusia

Kritikan Pedas Sebuah Puisi

Menurut saya, Melki Deni tidak hanya mengawinkan puisi dengan imajinasi dan pengalaman hidup tetapi serentak memberi makna kritik terhadap kaum milenial zaman sekarang. Dari puisi ini Melki Deni mengkritik soal relasi sosial. Sudah sejauh mana kita mencintai teman, saudara kita dengan memperhatikan mereka, mengenal mereka, dan mengasihi mereka.

Dalam tokoh teman, Melki Deni mengambarkan seseorang yang suka menguntik-guntik kawannya. Dalam tokoh adik, Melki Deni menampilkan sikap ketidaksukaan seseorang terhadap adiknya. Sementara itu dalam tokoh pacar, Melki Deni menggambarkan betapa kekasih lebih berharga dari semua, bahkan kentutnya sang pacar dikira parvum. Apakah pacar lebih berharga daripada adik dan teman?

Catatan Akhir

Jika Oedipus berani melawan larangan dewa dewi dan Sangkuriang yang berani melawan hukum adat. Maka kali ini dalam puisi Melki Deni ia melukiskan seseorang yang juga serakah terdapat persahabatannya dan juga persaudaraannya sebab ia lebih  memilih untuk “mengawinkan” kentut pacarnya. Hati-hati mencium kentut pacar jangan sampai baunya itu milik mantan selingkuhannya.

Post a Comment

0 Comments