Tinjauan Musik Liturgi dan Kriteria Pemilihan Lagu dalam Kegiatan Liturgi
I. MUSIK LITURGI
1.1 Pengantar
Musik Liturgi merupakan bagian penting
dan
utuh dari Liturgi. Ia mendapat peranan
penting dalam sebuah kegiatan Liturgi. Kegiatan Liturgi yang
dilangsungkan dapat menjadi
sebuah perayaan yang agung
dan meriah apabila didukung dengan iringan musik yang sesuai
dengan tuntutan dalam Liturgi. Dalam
kaitannya dengan hal
ini Paus Pius
XII
menandaskan “ Musik suci lebih erat terkait dengan ibadat daripada
kebanyakan seni lainnya
seperti seni pahat,
seni tari, seni
lukis dan sebagainya. Kalau
kesenian-kesenian ini berfungsi
menciptakan suasana yang menunjang
ibadat, musik
menduduki
tempat utama dalam
pelaksanaan aktual ibadat sendiri” (Musicae sacrae disciplina 13).1 Pernyataan Paus Pius ini
didasarkan pada kegunaan esensial
dari musik itu sendiri yakni melagukan teks Liturgi.
Selain
itu nyanyian
juga mempunyai fungsi membuat doa-doa Liturgi menjadi lebih bermutu,
lebih agung, lebih semarak.
Ada sebuah adagium klasik yang berbunyi “bernyanyi dengan baik sama dengan berdoa dua
kali lipat”. Adagium klasik ini secara eksplisit telah menunjukan peranan penting
sebuah nyanyian rohani pada umumnya dan dalam kegiatan Liturgi pada khususnya. Adagium di atas menyadarkan setiap orang yang hendak bernyanyi perlu membawakan secara baik dan
benar
sesuai dengan tuntutan liturgi. Dengan demikian nyanyian yang akan dibawakan akan menjadi suatu persembahan, pujian yang agung bagi kemuliaan nama Tuhan. Nyanyian
mampu menciptakan kesatuan hati yang
lebih mendalam di kalangan umat yang mengikuti
Perayaan Ekaristi. Sebuah nyanyian dan musik yang dipersiapkan dan dibawakan dengan baik dalam Liturgi akan menggandakan setiap doa dan ujud yang
disampaikan selama perayaan tersebut. Oleh karena itu saya akan mencoba memberikan sedikit bahan tentang
1.2 Sejarah Singkat dan Pengertian Musik Liturgi
Musik liturgi adalah bagian penting
dan
utuh dari liturgi (KL No. 112), dengan demikian sejarah perkembangan 2 musik
liturgi
tentunya
berhubungan erat dengan sejarah
perkembangan liturgi bahkan sejarah
perkembangan Gereja pada
umumnya. Berbicara tentang
sejarah tentu akan panjang, tetapi pada kesempatan ini saya menekankan
perkembangan Musik Liturgi sejalan dengan perkembangan liturgi. Mulai dari zaman pra
sejarah Gereja, Bangsa Israel: zaman
padang
gurun sampai
pada
zaman pasca konsili Vatikan
II yang kita terapkan saat ini. Pada intinya setiap zaman perkembangan memiliki keunikan dan kekhasannya masing-masing
yang dipengaruhi oleh perkembangan peradaban, budaya
dan pemikiran manusia.
Fokus kita pada perkembangan music liturgi pasca konsili Vatikan
II.
Istilah musik liturgi lazim digunakan dalam Gereja Katolik. Istilah ini selalu dipakai
dalam ibadat maupun dalam perayaan
Ekaristi. Dalam perayaan Ekaristi musik
liturgi selalu disesuaikan dengan tema dan masa liturgi dalam Gereja. Di kalangan umat Katolik sendiri
terkadang dipertukarkan artinya secara tidak tepat dengan istilah musik atau nyanyian rohani. Hal ini berdampak pada pemilihan lagu liturgi. Orang cendrung menggabungkan lagu pop
rohani, lagu karismatik
bahkan lagu-lagu profan pun diambil dan digunakan begitu saja
dalam perayaan
ekaristi.
Dengan
demikian
satu pertanyaan yang pokok
yang muncul berkaitan dengan
istilah musik liturgi adalah
apa sesungguhnya musik liturgi itu?
Bapa-bapa Konsili Vatikan ke II
tidak merumuskan suatu arti yang defenitif mengenai
istilah musik liturgi.
Dalam
Sacrosanctum Concilium,
mereka menegaskan:
Berdasarkan uraian para Bapa Konsili ini, maka istilah musik liturgi dapat didefinisikan
ke dalam beberapa pengertian sebagai
berikut:
Pertama, musik liturgi merupakan sebuah warisan musik Gereja semesta yang sangat
bernilai. Kedua, musik liturgi merupakan seni musik Gereja yang lebih gemilang dan lebih tinggi. Ketiga,
musik liturgi merupakan musik atau nyanyian suci yang terikat pada
kata-kata
kitab suci dan ajaran iman Gereja. Keempat, musik liturgi merupakan bagian liturgi yang penting
dan integral. Kelima, musik
liturgi
merupakan sarana suci yang mendukung ibadat
kepada Tuhan. Keenam, musik liturgi merupakan musik dan nyanyia sakral yang
berhubungan erat
dengan ibadat. Ketujuh,
musik liturgi merupakan musik dan nyanyian sakral yang
mendukung umat untuk mengungkapkan doa-doa mereka secara lebih intensif, dalam
penghayatan yang lebih mendalam tentang misteri iman yang
dirayakan. Kedelapan, musik liturgi adalah musik dan nyanyian
sakral
dalam Gereja Katolik yang berperan
untuk
memupuk
kesatuan
hati umat beriman yang sedang merayakan liturgi keselamatan,
dengan memperkaya liturgi lewat
kemeriahan yang lebih semarak.
Dengan demikian, berdasarkan Sacrosanctum Concilium dapat disimpulkan bahwa musik
liturgi adalah musik suci dalam Gereja Katolik yang
diciptakan khusus untuk perayaan liturgi
Gereja. Ia merupakan unsur utuh
dan integral dalam liturgi. Musik dan nyanyian merupakan musik sakral dalam Gereja Katolik. Musik liturgi diciptakan berdasarkan kaidah
dan
ketentuan-
ketentuan tertentu berdasarkan SC. Oleh karena itu segala jenis musik profan dan pop tidak bisa
dibawakan dalam liturgi Gereja.
1.3 Jenis Musik Liturgi
Tidak semua musik suci adalah liturgis. Musik liturgi adalah musik yang diciptakan secara khusus
untuk mengiringi perayaan liturgi. Musik liturgi diciptakan berdasarkan kaidah dan
ketentuan-ketentuan dalam
liturgi yang
sesuai dengan hukum dan peraturan liturgi
Gereja Katolik. Dalam sejarah perkembangan musik Gereja, dikenal tiga jenis musik yaitu:musica eccelsiastica4 (musik Gereja), musica religiosa5 (musik religius), dan musica sacra6 (musik suci). Ketiga jenis musik tersebut memiliki kesamaan dan perbedaan tertentu. Meskipun demikian definisi kanonik mengenai musik liturgi tidak mengharuskan untuk memilih corak musik tertentu untuk digunakan. Gereja selalu mengakui dan mendorong pengembangan seni, sambil mengijinkan semua yang indah dan baik masuk dalam ibadat.
Dokumen-dokumen resmi Gereja dengan jelas telah
menunjukan suatu urutan prioritas
dalam kategorisasi musik liturgi. Dalam klasifikasi musik liturgi nyanyian gregorian
menduduki tempat pertama
sebagai nyanyian
khas dan utama dalam liturgi Romawi. Gereja sangat memandang nyanyian gregorian sebagai jenis nyayian yang bermutu tinggi sesuai dengan tuntutan musik liturgi. Selain itu, gereja juga menilai bahwa nyanyian gregorian merupakan nyanyian suci yang memiliki bobot kekudusan, keunggulan seni dan bersifat
universal. Tingkat
kedua diduduki
oleh polifoni klasik a cappela. Nyanyian
polifoni klasik a capela (polifoni suci) adalah musik paduan suara yang
dinyanyikan dalam banyak suara dan
umumnya dinyanyikan tanpa iringan instrumental. Nyanyian polifoni suci ini berkembang
Para Bapa Konsili
Vatikan II menegaskan kembali kedua jenis
musik liturgi di atas
dalam
dokumen SC.
Gereja memandang nyanyian Gregorian sebagai nyanyian khas Liturgi Romawi. Maka dari itu bila tidak ada pertimbangan-petimbangan yang lebih penting, nyanyian Gregorian hendaknya diutamakan dalam upacara liturgi. Jenis-jenis musik liturgi lain seperti polifoni sama sekali tidak dilarang dalam perayaan ibadat suci, asalkan selaras dengan jiwa upacara liturgi.8
Dalam perkembangan selanjutnya, para Bapa Konsili menilai bahwa nyanyian Gregorian dan a capela sebagai dua jenis musik liturgi resmi Gereja ritus Romawi terkesan kaku. Oleh karena itu, demi suatu penghayatan iman yang otentik, Gereja mengadakan suatu pembaharuan yang radikal, suatu pembaharuan liturgi yang lebih mendalam dan lebih sulit, suatu pengintegrasian liturgi ke dalam kebudayaan bangsa-bangsa. Dengan kata lain melaksanakan inkulturasi.9 Dalam inkulturasi liturgi, Gereja menerjemahkan teks-teks liturgi ke dalam bahasa bangsa-bangsa. Gereja berpendapat bahwa bahasa merupakan sarana komunikasi di anatara umat. dalam perayaan liturgi bahasa digunakan untuk mewartakan kabar gembira keselamatan orang-orang beriman dan untuk menyatakan doa Gereja kepada Tuhan. Oleh karena itu bahasa harus selalu menyatakan bukan hanya kebenaran dan misteri iman yang sedang dirayakan, tetapi harus dimenerti oleh umat di mana perayaan iman itu sedang terjadi.
Penyesuaian atau inkulturasi
liturgi
mencakup
teks-teks liturgi resmi
ritus
Romawi seperti: teks alkitab, doa-doa
pemimpin atau doa presidensial, mazmur, aklamasi, ulangan,
jawaban-jawaban umat, madah dan litani. Berdasarkan pendapat di atas maka
ritus-ritus dan
doa-doa dlam liturgi yang semula berbahasa latin mulai diterjemahkan ke dalam bahasa dan budaya bangsa-bangsa lain.
Gereja melakukan
inkulturasi liturgi
bukan hanya dalam doa-doa dan
ritus-ritus tetapi juga dalam bidang musik
liturgi. Dalam dokumen De Liturgia Romana
Et Inkulturatione No.
40 ditegaskan bahwa musik dan
nyanyian mengungkapkan
jiwa
umat. Namun yang harus
diperhatikan dalam
bernyanyi adalah
pertama-tama harus
menyanyikan
teks liturgi, sehingga suara umat
beriman dapat didengar dalam
tindakan-tindakan
liturgis itu sendiri. Di wilayah-
wilayah tertentu,
terutama
di daerah daerah misi, terdapat
bangsa-bangsa yang mempunyai
tradisi musik sendiri, yang memainkan peranan penting dalam kehidupan
beragama dan bermasyarakat.
1.4 Kriteria Pemilihan Lagu-Lagu Liturgi
1.4.1 Kriteria Syair
Ada dua kriteria syair dalam pemilihan lagu liturgi:
A.) Kriteria Umum
Dengan bahasa Indonesia
yang benar
Konstraksi kata misalnya s‟bagai, „tuk oleh para ahli bahasa Indonesia dinilai sebagai “pemerkosaan
bahasa”,
bukan sebagai
seni. Meskipun dalam nyanyian
yang sudah-sudah
ternyata
banyak
dipakai, namun dalam nyanyian Liturgi
baru hendaknya dihindari.
Dengan pilihan kata yang berbobot
Mutu teks nyanyian dapat dilihat
dalam pilihan kata: kata yang
berbobot dan padat antara lain
dengan menghindari kata yang tidak mutlak perlu seperti “sebagaimana”, “adalah” dan menurut
bentuk bahasa (puisi).
Bahasa sehari-hari atau kata-kata sebagaimana dipakai dalam syair lagu pop kurang tepat
dipakai dalam syair nyanyian
liturgi. Hal ini dikarenakan
syair
lagu dalam
lagu-lagu pop menggunakan bahasa sehari-hari yang
memiliki makna yang dangkal dan penuh slogan. Kata- kata
baikpun lekas menjadi kata
mode dan kehilangan
daya.
Dengan bahasa yang puitis
Dalam nyanyian liturgi tidak dituntut puisi yang tinggi. Puisi berlebihan kurang cocok untuk nyanyian umat. Namun setiap usaha ke arah puisi disambut dengan senang hati. Kaidah- kaidah dalam bahasa daerah dapat membantu untuk memperkaya puisi Indonesia termasuk lagu liturgi baru.
B.) Kriteria Khusus
Kitab
Suci
sebagai Sumber
Sejak
zaman dahulu Gereja menyarankan agar syair lagu liturgi diambil dari Kitab Suci.
Namun ini tidak berarti bahwa
teks baku Kitab Suci diberi lagu, melainkan kata-kata Kitab Suci diolah kembali menjadi syair atau dengan kata lain
syair dalam nyanyian
liturgi dilatarbelakangi
dan diinspirasi oleh
kitab
suci.
Secara Teologis benar
Bila teks nyanyian diambil dari Kitab
Suci atau dari buku Liturgi
maka ada suatu
jaminan bahwa isinya benar. Namun selain itu harus juga sesuai dengan dogma-dogma yang
besar
(Misalnya tentang Kristus; Ia bukan pencipta dunia tetapi Putra Allah, Almasih; Bunda Maria
tidak kita
sembah tetapi kita
hormati;
ia
tidak dapat mengabulkan
doa
kita melainkan menghantar doa kita kepada Allah).
Teks harus
relevan
Syair dalam sebuah
nyanyian liturgi harus
relevan bagi penyanyi terutama kaum awam. Para komponis harus pandai merefleksikan realitas kehidupan
kita dan membawanya dalam syair
lagu liturgi untuk
dinyanyikan.
Teks harus
Gerejawi
Teks nyanyian liturgi dapat dilaksanakan
sebagai Gereja. Artinya sebagai Tubuh
Kristus yang
bersatu bukan sebagai individu-individu; sebagai manusia yang diselamatkan oleh kasih
Kristus bukan karena jasa kita sendiri.
Secara normal subyek dalam nyanyian liturgi adalah “kami” atau “kita”, bukan “aku”
kecuali bila ada alasan misalnya kata aku
itu diambil dari mazmur
atau kitab suci.
1.4.2 Kriteria Lagu
A.) Kriteria Umum
Notasi harus
betul
Garis birama bertujuan untuk menunjuk
tempat nada berat, maka tidak bisa
ditempatkan pada sembarangan tempat. Titik di atas dan
di bawah
nada mesti lengkap
untuk menghindari penyanyi
jadi
bingung.
Bentuk lagu harus
beres
Agar dapat dinyanyikan dengan mudah, maka sebuah lagu liturgi harus teratur dan
jelas, biasanya dalam bentuk
lagu dengan
potongan-potongan yang sama
panjangnya.
Pengolahan motif
Sebuah komposisi, termasuk lagu Liturgi, bermutu bila
terdapat ulangan-ulangan,
termasuk pengolahan motif secara baik dan benar.
Ambitus
Agar lagunya enak dinyanyikan, maka
wilayah nada (ambitus) harus dijaga: satu oktaf
sampai satu kwart adalah batas maksimum. Ini perlu diperhatikan secara khusus bagi para komponis Lagu Liturgi.
B.) Kriteria Khusus
Melodi yang menarik
Makin khas karakter
sebuah lagu makin menaruk dan mudah
lagunya dapat dinyanyikan.
Sebuah lagu tanpa arah yang
jelas dirasa membosankan; suatu puncak melodi sangat
membantu.
Khas dan orisinil
Sebuah lagu liturgy
kurang bermutu bila ia mirip dengan sebuah lagu lain (Sacral atau profan). Atau malah meminjam lagu secara
utuh dengan menggantikan syairnya saja. Sebuah
lagu
liturgi sangat dianjurkan
memiliki kekhasan
khusus dan orisinil.
Taraf Kesukaran
Mutu sebuah lagu Liturgi tidak tergantung makin
tinggi, makin sulit dan rumitnya interval dan irama
lagu tersebut. Tetapi sebaliknya juga salah bila
dikatakan “makin sederhana makin baik”. Yang menentukan mutu adalah usaha pengarang untuk mengolah
music dan bahasa sedemikian
hingga lahir suatu
nyanyian khas.
Ekpresi
Alangkah baiknya bila ekpresi kata Nampak juga
dalam melodi, misalnya
suku kata terakhir dalam kata
“abadi”
mendapat nada panjang; kata
“surga”
atau “tinggi” disertai
melodi yang tinggi.
1.4.3 Kriteria Pemilihan Lagu Proprium dan Ordinarium
Istilah “Proprium” dalam nyanyian Liturgi berasal dari kata bahasa Latin
“proprius” yang berarti sendiri,
khas, khusus. Arti kata Proprium adalah milik; yang
menjadi ciri khas, sifat khas”
(Kamus Latin Indonesia, 1969:692). Menurut Karl-Edmund
Prier, SJ dalam kamus musiknya, Proprium adalah istilah untuk lagu misa yang khusus untuk hari tertentu sesuai tema perayaan. Lagu proprium biasanya
tidak tetap dan selalu
diubah sesuai dengan
tema
perayaan liturgi.
Lagu-lagu yang termasuk dalam proprium adalah: nyanyian Pembuka, mazmur tanggapan, Alleluya dan bait pengantar Injil, persiapan persembahan, nyanyian komunio dan penutup.
B). Lagu Ordinarium
Ordinarium berasal dari kata bahasa Latin:
“Ordinarius” (ordo) yang berarti teratur, beraturan menurut urutan (Kamus Latin Indonesia, 1969:598). Menurut Karl-
Edmund Prier, SJ dalam kamus musiknya, Ordinarium Missae
adalah: istilah dari Musik Liturgi untuk bagian-bagian misa dengan syair tetap,
yang semula dinyanyikan oleh jemaat atau
umat yakni: Tuhan Kasihanilah (Kyrie),
Kemuliaan (Gloria), Syahadat Iman
(Credo), Kudus (Sanctus), Anak Domba Allah (Agnus Dei)
(Prier, SJ, 2009:142).
Syair dari lagu ordinarium ini sangat dianjurkan harus mengikuti teks baku yang ada dalam Tata
Perayaan Ekaristi.
1.5 Peran Kor,
Dirigen dan Organis
Setelah kita melihat
sedikit tentang teori dari musik dan lagu liturgi mari kita masuk dalam konteks kita sebagai umat beriman yang selalu terbagung
menjadi petugas liturgi
seperti koor, dirigen dan organis. Ketiga komponen ini merupakan satu kesatuan yang selalu ada dan
bekerja sama
menyukseskan kegiatan
liturgi
dalam kaitan
dengan
music dan nyanyian
liturgi.
1.5.1 Kor
Kor adalah salah
satu petugas liturgi dalam Gereja yang memiliki peran sangat penting. Oleh karena itu mari kita lihat bersama tugas kor dalam mengabdi umat di dalam
liturgi.
Kor Menjadi
Motor Umat
Kor di Seminari Tinggi ini, atau juga umat dalam paroki-paroki kita harus menjadi motor pengerak agar
dapat membantu
menjamin agar
nyanyian jangan
terlalu lambat.
Tentu saja dalam hal ini posisi kor harus berada di muka umat dan dirigen kor harus merangkap
tugas sebagai dirigen umat. Dalam hal ini kor tidak terbatas pada nyanyian unisono saja;
ia dapat juga benyanyi dengan
paduan suara bersama umat.
Kor bernyanyi
bersahut-menyahut
dengan umat
Pasca Konsili Vatikan II
struktur dari lagu-lagu ordinarium dibawakan secara berganti- gantian antara kor dan umat. Kor dan umat saling bersahut-sahutan dalam bernyanyi tanda
kesatuan kita dalam
memuji Allah yang hadir dalam
Ekaristi.
Kor mewakili
umat dalam nyanyi
Meski partisipasi umat dalam
nyanyi berulang kali ditegaskan dalam Dokumen
Gereja,
namun ini tidak berarti bahwa umat selalu ambil bagian secara lahiriah. Terdapat pula
suatu partisipasi batiniah, “dalam arti bahwa
umat
beriman menundukan hati serta budi dengan apa yang mereka ucapkan
atau mereka dengar”. Di sini termasuk
pula
pendengaran
aktif
namun
secara batiniah
dibawakan oleh kor saja.
1.5.2
Dirigen
Dirigen, petugas musik vocal dan musik liturgi di Unit, atau
juga dalam lingkup KUB dan lingkungan memiliki peranan sangat penting bagi kelancaran satu kor yang
baik. Oleh karena itu setiap dirigen perlu menanamkan kualitas pengetahuannya tentang
musik liturgi yang benar, teknik vokal, dan berbagai ilmu harmoni lainnya sebagai bekal
untuk menjadi animator bagi teman-teman atau umat yang
lainnya. Dirigen atau petugas
music vokal lainnya, harus mampu untuk menganimasi para
anggota kor untuk
mempersiapkan lagu secara baik, tepat dan benar. Mulai dari proses
pemilihan lagu sampai proses latihan, setiap dirigen dituntut untuk memiliki kreatifitas yang
baik sesuai dengan
tuntutan yang ada dalam liturgi Gereja.
Ada beberapa point penting yang harus diperhatikan oleh para dirigen dan pengurus
musik liturgi:
Berlatih
dan Bernyanyi sebaik mungkin
Ada kecenderungan
munculnya
rasa bosan dalam bernyanyi dengan
alasan
lagunya itu-itu saja. Hemat saya sesederhana apapun sebuah lagu, tetap mungkin mencari
segi baru
dalam lagu lama tersebut. Misalnya: dalam
tempo dan dinamika, dalam
segi
artikulasi, frashering
dan berbagai teknik vokal lainnya. Dinamika latihan seperti ini akan
membuat satu lagu yang lama dinyanyikan
secara baru dan baik sekali. Namun terkadang perlu
ada rasa tanggungjawab dan rasa memiliki
tugas sebagai anggota kor. Sehingga saat latihan kita disiplin dan memberi diri untuk dibimbing. Kadang
kehadiran anggota kor
menjadi minim sehingga tidak heran kalau nyanyian Liturgi yang
dibawakan tidak maksimal. Peran dirigen dan pengurus music
vokal dalam menganimasi anggota sangat
dibutuhkan.
Memperkenalkan lagu baru kepada umat
Untuk mencegah rasa bosan,
paduan suara atau kor dapat memperkenalkan lagu liturgi
yang baru kepada umat lain. Sangat dianjurkan tetap mempertahankan keaktifan umat dalam
liturgi.
Memanfaatkan
selebaran misa
Dirigen atau petugas music liturgi dapat memakai suatu selebaran misa yang dicetak
khusus untuk tiap
minggu. Isinya
biasanya berupa doa-doa dan
bacaan serta nomor
nyanyian. Sebelum memilih lagu dirigen perlu memahami tema perayaan dan
membaca bacaan
misa
bersangkutan agar lagu yang dipilih
sesuai dengan tema perayaan.
1.6 Kesimpulan
Musik Liturgi merupakan kekayaan
Gereja yang
harus dikembangkan secara baik dan
benar oleh umat. Pemahaman tentang
musik liturgi sangat dubutuhkan
oleh setiap umat
beriman terutama bagi para
dirigen, para ketua music liturgi lingkungan,sehinggan mereka mampu
menganimasi umat yang
lain dalam mengembangkan nyanyian Liturgi. Tanpa pemahaman yang cukup nyanyian liturgi akan
mengalami suatu
kemerosotan dalam
kegiatan liturgi. Dengan
memilih lagu liturgi yang baik dan benar akan membantu umat
semakin dekat dengan
Tuhan melalui perayaan liturgi.
Mari kita bersama-sama sebagai agen pastoral mengembangkan khazanah music liturgi dalam
Gereja kita.
_________________
Keterangan
1RP C.H. Suryanugraha. “Lima Nyanyian Pengiring Ritus”. Dalam Majalah Liturgi, No.2 Agustus 2018. (Jakarta: Konferensi Waligreja Indonesia, 2018), hlm. 24.
2 Karl-Edmund Prier, SJ dan Paul Widyawan, Roda Musik Liturgi (Pusat Musik Liturgi: 2011), hlm. 21
3Konsili Vatikan II, SC No. 112, dalam Dokumen Konsili Vatikan II, R. Hardawiryana, (Penerj), op.cit.,
4 Musica eccelsiastica
adalah istilah
yang digunakan
oleh
para
pengikut
Kristus
atau Gereja ketika persekutuan beriman ini menyadari kekhasannya dalam mengekspresikan iman Katolik lewat musik, terutama dalam
ibadat atau liturgi. Istilah ini mengacu pada tatanan bunyi dengan melodi tertentu tanpa teks atau sesuai dengan bentuk teks yang mengungkapkan baik isi hati umat beriman maupun ajaran iman dalam Gereja. Bernard Boli Ujan, Katolisitas: “Musik Liturgi”, (Online), ( http://www.katolisitas.org-musik-liturgi.html., diakses pada 22 Januari
2020)
5Musica religiosa adalah musik yang mengungkapkan atau mengandung tema-tema rohani. Musik atau lagu rohani ini dimiliki umat manapun.
Bahkan ada tema musik rohani yang umum diterima oleh umat manapun karena bersifat universal. Baik melodi maupun teksnya mengungkapkan pengalaman rohani yang diterima oleh
orang beriman dari berbagai agama. Musik rohani itu jadi khas Kristiani bila mengungkapkan iman akan Kristus
Tuhan dan penyelamat atau akan Tritunggal Mahakudus serta pokok iman lain yang diyakini orang Kristiani. Ibid.
6Musica sacra dipakai Gereja Katolik dalam arti segala macam musik rohani atau musik Gereja yang digubah khusus untuk ibadat atau perayaan-perayaan liturgis. Kini istilah yang lebih populer adalah musik liturgis. Ibid.
7Ernest Maryanto, Op.cit.,
hlm. 28.
8Konsili Vatikan II SC. No. 116, dalam Dokumen Konsili Vatikan II, R. Hardawiryana, (Penerj), op.cit.
9F. X. Sumantara Siswojo (ed), Seri Dokumen gerejawi No. 40, De Liturgia Romana Es Inkulturatione
(Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI, 1995), hlm. 5.
0 Comments